My Campus

Jumat, 26 November 2010

Tentang Pengkajian Keperawatan

Pengkajian merupakan tahap awal proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Tahap pengkajian merupakan pemikiran dasar dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu. Pengkajian yang lengkap, akurat, sesuai kenyataan, kebenaran data sangat penting untuk merumuskan suatu diagnosa keperawatan dan dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan respon individu.

Download file lengkapnya dalam format PDF, Klik Disini

Pengkajian Keperawatan

A. PENGERTIAN PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar dapat mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien, baik fisik, mental, sosial dan lingkungan (Effendy, 1995).
Pengkajian yang sistematis dalam keperawatan dibagi dalam empat tahap kegiatan, yang meliputi ; pengumpulan data, analisis data, sistematika data dan penentuan masalah. Adapula yang menambahkannya dengan kegiatan dokumentasi data (meskipun setiap langkah dari proses keperawatan harus selalu didokumentasikan juga).
Pengumpulan dan pengorganisasian data harus menggambarkan dua hal, yaitu: status kesehatan klien dan kekuatan – masalah kesehatan yang dialami oleh klien.
Pengkajian keperawatan data dasar yang komprehensif adalah kumpulan data yang berisikan status kesehatan klien, kemampuan klien untuk mengelola kesehatan dan keperawatannya terhadap dirinya sendiri dan hasil konsultasi dari medis atau profesi kesehatan lainnya.
Data fokus keperawatan adalah data tentang perubahan-perubahan atau respon klien terhadap kesehatan dan masalah kesehatannya, serta hal-hal yang mencakup tindakan yang dilaksanakan kepada klien.

B. TUJUAN PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Tujuan dari tahap pengkajian adalah untuk mengumpulkan informasi dan membuat data dasar klien, Mengidentifkasi dan mengenali masalah-masalah yang dihadapi klien, Mengidentifikasi kebutuhan kesehatan klien, Mengidentifikasi fisik, mental, social dan lingkungan klien.
C. MACAM-MACAM DATA
1. Sumber data Primer, Sumber data primer adalah data-data yang dikumpulkan dari klien, yang dapat memberikan informasi yang lengap tentang masalah kesehatan dan keperawatan yang dihadapinya. Contoh data yang didapat dari hasil wawancara langsung dengan klien.
2. Sumber data Sekunder, Sumber data sekunder adalah data-data yang diumpulkan dari orang terdekat klien (keluarga), seperti orang tua, saudara, atau pihak lain yang mengerti dan dekat dengan klien.
3. Sumber data lainnya, Catatan klien (perawatan atau rekam medis klien) yang merupakan riwayat penyakit dan perawatan klien di masa lalu.

D. TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Agar data dapat terkumpul dengan baik dan terarah, sebaiknya dilakukan penggolongan atau klasifikasi data berdasarkan indentitas klien, keluhan utama, riwayat kesehatan, keadaan fisik, psikologis, sosial, spiritual, intelegensi, hasil-hasil pemeriksaan dan keadaan khusus lainnya.
Cara yang biasa digunakan untuk mengumpulkan data tentang klien antara lain : wawancara (interview), pengamatan (observasi), pemeriksaan fisik (pshysical assessment) dan studi dokumentasi.
WAWANCARA
Wawancara adalah menanyakan atau membuat tanya-jawab yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi oleh klien, biasa juga disebut dengan anamnesa. Wawancara berlangsung untu menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi klien dan merupakan suatu komunikasi yang direncanakan.
Tujuan dari wawancara adalah untuk memperoleh data tentang masalah kesehatan dan masalah keperawatan klien, serta untuk menjalin hubungan antara perawat dengan klien. Selain itu wawancara juga bertujuan untuk membantu klien memperoleh informasi dan berpartisipasi dalam identifikasi masalah dan tujuan keperawatan, serta membantu perawat untuk menentukan investigasi lebih lanjut selama tahap pengajian.
Semua interaksi perawat dengan klien adalah berdasarkan komunikasi. Komunikasi keperawatan adalah suatu proses yang kompleks dan memerlukan kemampuan skill komunikasi dan interaksi. Komunikasi keperawatan biasanya digunaan untuk memperoleh riwayat keperawatan. Istilah komunikasi terapeutik adalah suatu teknik yang berusaha untuk mengajak klien dan keluarga untuk bertuar pikiran dan perasaan. Teknik tersebut mencakup ketrampilan secara verbal maupun non verbal, empati dan rasa kepedulian yang tinggi.
Teknik verbal meliputi pertanyaan terbuka atau tertutup, menggali jawaban dan memvalidasi respon klien. Teknik non verbal meliputi : mendengarkan secara aktif, diam, sentuhan dan konta mata. Mendengarkan secara aktif merupakan suatu hal yang penting dalam pengumpulan data, tetapi juga merupakan sesuatu hal yang sulit dipelajari.
Tahapan wawancara / komunikasi
1. Persiapan.
Sebelum melaukan komunikasi dengan klien, perawat harus melakukan persiapan dengan membaca status klien. Perawat diharapkan tidak mempunyai prasangka buruk kepada klien, karena akan mengganggu dalam membina hubungan saling percaya dengan klien.
Jika klien belum bersedia untuk berkomunikasi, perawat tidak boleh memaksa atau memberi kesempatan kepada klien kapan mereka sanggup. Pengaturan posisi duduk dan teknik yang akan digunakan dalam wawancara harus disusun sedemikian rupa guna memperlancar wawancara.


2. Pembukaan atau perkenalan
Langkah pertama perawat dalam mengawali wawancara adalah dengan memperkenalkan diri : nama, status, tujuan wawancara, waktu yang diperlukan dan faktor-faktor yang menjadi pokok pembicaraan. Perawat perlu memberikan informasi kepada klien mengenai data yang terkumpul dan akan disimpan dimana, bagaimana menyimpannya dan siapa saja yang boleh mengetahuinya.
3. Isi / tahap kerja
Selama tahap kerja dalam wawancara, perawat memfokuskan arah pembicaraan pada masalah khusus yang ingin diketahui. Hal-hal yang perlu diperhatikan :
a. Fokus wawancara adalah klien
b. Mendengarkan dengan penuh perhatian. Jelaskan bila perlu.
c. Menanyakan keluhan yang paling dirasakan oleh klien
d. Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh klien
e. Gunakan pertanyaan terbuka dan tertutup tepat pada waktunya
f. Bila perlu diam, untuk memberikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaannya
g. Sentuhan teraputik, bila diperlukan dan memungkinan.
4. Terminasi
Perawat mempersiapkan untu penutupan wawancara. Untuk itu klien harus mengetahui kapan wawancara dan tujuan dari wawancara pada awal perkenalan, sehingga diharapkan pada akhir wawancara perawat dan klien mampu menilai keberhasilan dan dapat mengambil kesimpulan bersama. Jika diperlukan, perawat perlu membuat perjanjian lagi untuk pertemuan berikutnya.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan wawancara dengan klien adalah :
a. Menerima keberadaan klien sebagaimana adanya
b. Memberikan kesempatan kepada klien untuk menyampaikan keluhan-keluhannya / pendapatnya secara bebas
c. Dalam melakukan wawancara harus dapat menjamin rasa aman dan nyaman bagi klien
d. Perawat harus bersikap tenang, sopan dan penuh perhatian
e. Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti
f. Tidak bersifat menggurui
g. Memperhatikan pesan yang disampaikan
h. Mengurangi hambatan-hambatan
i. Posisi duduk yang sesuai (berhadapan, jarak tepat/sesuai, cara duduk)
j. Menghindari adanya interupsi
k. Mendengarkan penuh dengan perasaan
l. Memberikan kesempatan istirahat kepada klien
Macam wawancara :
1. Auto anamnese : wawancara dengan klien langsung
2. Allo anamnese : wawancara dengan keluarga / orang terdekat.
Hambatan wawancara :
1. Internal :
a. Pandangan atau pendapat yang berbeda
b. Penampilan klien berbeda
c. Klien dalam keadaan cemas, nyeri, atau kondisinya menurun
d. Klien mengatakan bahwa ia tidak ingin mendengar tentang sesuatu hal
e. Klien tidak senang dengan perawat, atau sebaliknya
f. Perawat berpikir tentang sesuatu hal yang lain / tidak fokus ke pasien
g. Perawat sedang merencanakan pertanyaan selanjutnya
h. Perawat merasa terburu-buru
i. Perawat terlalu gelisah atau terburu-buru dalam bertanya
2. External ;
a. Suara lingkungan gaduh : TV, radio, pembicaraan di luar
b. Kurangnya privacy
c. Ruangan tidak memadai untuk dilakukannya wawancara
d. Interupsi atau pertanyaan dari staf perawat yang lain.
Teknik pengumpulan data yang kurang efektif :
1. Pertanyaan tertutup : tidak ada kebebasan dalam mengemukakan pendapat / keluhan / respon. Ex : Apakah Anda makan tiga kali sehari ?
2. Pertanyaan terrarah : secara khas menyebutkan respon yang diinginkan. Ex : ……………. Anda setuju bukan?
3. Menyelidiki : mengajukan pertanyaan yang terus-menerus
4. Menyetujui / tidak menyetujui. Menyebutkan secara tidak langsung bahwa klien benar atau salah. Ex : Anda tidak bermaksud seperti itu kan?
PENGAMATAN / OBSERVASI
Observasi adalah mengamati perilaku dan keadaan klien untuk memperoleh data tentang masalah kesehatan dan keperawatan klien. Observasi dilakukan dengan menggunakan penglihatan dan alat indra lainnya, melalui rabaan, sentuhan dan pendengaran. Tujuan dari observasi adalah mengumpulkan data tentang masalah yang dihadapi klien melalui kepekaan alat panca indra.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan observasi adalah :
1. Tidak selalu pemeriksaan yang akan kita lakukan dijelaskan secara terinci kepada klien (meskipun komunikasi terapeutik tetap harus dilakukan), karena terkadang hal ini dapat meningkatkan kecemasan klien atau mengaburkan data (data yang diperoleh menjadi tidak murni). Misalnya : `Pak, saya akan menghitung nafas bapak dalam satu menit` —- kemungkinan besar data yang diperoleh menjadi tidak valid, karena kemungkinan klien akan berusaha untuk mengatur nafasnya.
2. Menyangkut aspek fisik, mental, sosial dan spiritual klien
3. Hasilnya dicatat dalam catatan keperawatan, sehingga dapat dibaca dimengerti oleh perawat yang lain.
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik adalah melakukan pemeriksaan fisik klien untuk menentukan masalah kesehatan klien. Pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya adalah
1. Inspeksi
Adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat bagian tubuh yang diperiksa melalui pengamatan. Hasilnya seperti : Mata kuning (icteric), terdapat struma di leher, kulit kebiruan (sianosis), dll
2. Palpasi
Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan melalui perabaan terhadap bagian-bagian tubuh yang mengalami kelainan. Misalnya adanya tumor, oedema, krepitasi (patah/retak tulang), dll.
3. Auskultasi
Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan melalui pendengaran. Biasanya menggunakan alat yang disebut dengan stetoskop. Hal-hal yang didengarkan adalah : bunyi jantung, suara nafas, dan bising usus.
4. Perkusi
Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan mengetuk bagian tubuh menggunakan tangan atau alat bantu seperti reflek hammer untuk mengetahui reflek seseorang (dibicarakan khusus). Juga dilakukan pemeriksaan lain yang berkaitan dengan kesehatan fisik klien. Misalnya : kembung, batas-batas jantung, batas hepar-paru (mengetahui pengembangan paru), dll.
Pendekatan pengkajian fisik dapat menggunakan :
1. Head-to-toe (dari kepala s.d kaki)
2. ROS (Review of System)
3. Pola fungsi kesehatan (Gordon, 1982)
Setelah data terkumpul, dilakukan pengelompokkan data, yang dapat dilakukan dengan cara :
1. Berdasarkan sistem tubuh
2. Berdasarkan kebutuhan dasar (Maslow)
3. Berdasarkan teori keperawatan
4. Berdasarkan pola kesehatan fungsional.

E. KLASIFIKASI DATA
1. Data Objektif
Merupakan data yang diperoleh melalui suatu pengukuran dan pemeriksaan dengan menggunakan standart yang diakui (berlaku), seperti : warna kulit, tanda-tanda vital, tingkat kesadaran, dll. Data-data tersebut diperoleh melalui `senses` : Sight, smell, hearing, touch dan taste.
2. Data Subjektif
Merupakan data yang diperoleh dari keluhan-keluhan yang disampaikan oleh klien, misalnya rasa nyeri, pusing, mual, ketakutan, kecemasan, ketidaktahuan.

F. VALIDASI DATA
Validasi data merupakan perbandingan data subjektif dan data objektif yang di kumpulkan dari sumber primer (klien) dan sekunder (misal: catatan kesehatan) dengan standar dan nilai normal yang diterima. Suatu standar atau nilai merupakan aturan atau ukuran yang lazim dipakai.
Perawat membandingkan komentar klien, data subjektif, dengan data obyektif klien yang dapat diukur. Perawat memeriksa apakah data objektif memvalidasi data subjektif. Perawat memeriksa apakah nilai klien, subjektif dan objektif, terletak dalam rentang nilai dan standar normal yang lazim dipakai, seperti tanda-tanda vital yang normal, nilai laboratorium, pemeriksaan diagnostic, kelompok makanan dasar, pertumbuhan dan perkembangan yang normal.
Referensi mencatat standard dan nilai yang lazim dipakai untuk temuan laboratorium, pemeriksaan diagnostic, pemeriksaan fisik dan tingkah laku.

G. PENCATATAN DAN PELAPORAN PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pencatatan data adalah bagian terakhir dari pengkajian yang lengkap. Keakuratan dan kelengkapan sangat diperlukan ketika mencatatkan data. Jika suatu hal tidak dicatat, maka hal tersebut hilang dan tidak tersedia pada data dasar.
Kelengkapan dalam dokumentasi data penting untuk dua alasan. Pertama, semua data yang berkaitan dengan status klien dimasukkan. Bahkan informasi yang tampaknyatidak menunjukkan abnormalitas sekalipun dicatat. Informasi tersebut mungkin akan berkaitan nantinya, dan berfungsi sebagai nilai dasar untuk perubahan dalam status. Aturan umum yang berlaku adalah, jika hal itu dikaji maka harus dicatat. Kedua, pengamatan dan pencatatan status klien adalah tanggung jawab legal dan professional.
Kegiatan konsep pendokumentasian meliputi:
1. Komunikasi
Keterampilan dokumentasi yang efektif memungkinkan perawat untuk mengkomunikasikan kepada tanaga kesehatan lainnya dan menjelaskan apa yang sudah ,sedang,dan yang akan dikerjakan oleh perawat.
2. Dokumentasi proses keperawatan
Pencatatan proses keperawatan merupakan metode yang tepat untuk pengambilan keputusan yang sistematis,problem solving,dan riset lebih lanjut.dokumentasi proses keperawatan mencakup pengkajian,identifikasi masalah,perencanaan,dan tindakan.perawat kemudian mengobservasi dan mengevaluasi respon klien terhadap tindakan yang diberikan,dan mengkomunikasikan informasi tersebut kepada tenaga kesehatan lainnya.
3. Standar dokumentasi
Perawat memerlukan sesuatu keterampilan untuk memenuhi standar dokumentasi.standar dokumentasi adalah suatu pernyataan tentang kualitas dan kwantitas dokumentasi yang dipertimbangkan secara adekuat dalam suatu situasi tertentu.standar dokumentasi berguna untuk memperkuat pola pencatatan dan sebagai petunjuk atau pedoman praktik pendokumentasian dalam memberikan tindakan keperawatan.
H. FORMAT PENGKAJIAN
(pengorganisasian berdasarkan pola fungsi kesehatan dari Gordon)
Format pengkajian menurut teori dan di rumah sakit (terlampir)
Pada dasarnya pola pengkajiannya sama. Hanya saja ada sedikit perbedaan antara format pengkajian menurut teori dan dalam praktiknya di rumah sakit.

Format pengkajian menurut teori antara lain :
I. Data Umum
II. Pola Fungsi Kesehatan, meliputi :
1. Persepsi terhadap kesehatan-manajemen kesehatan
2. Pola aktivitas dan latihan
3. Pola istirahat dan tidur
4. Pola nutrisi-metabolik
5. Pola eliminasi
6. Pola kognitif-perseptual
7. Pola konsep diri
8. Pola koping
9. Pola seksual-reproduksi
10. Pola peran-berhubungan
11. Pola nilai dan kepercayaan
III. Pemeriksaan Fisik (data objektif), meliputi :
1. Data plenik
2. Penafasan dan sirkulasi
3. Metabolic-integumen
4. Persyarafan/sensorik
5. Muskulo-skeletal
IV. Rencana Pulang
V. Tanda tangan dan tanggal

Format pengkajian di rumah sakit
I. Pengkajian diperoleh dari
II. Identitas pasien
III. Data fisik, meliputi :
A. Riwayat penyakit sekarang atau alasan masuk RS
B. Keluhan utama saat ini
C. Riwayat penyakit terdahulu
D. Riwayat penyakit keluarga
E. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan (pasien balita)
F. Pola pemeliharaan kesehatan, meliputi :
1. Nutrisi
2. Aktivitas dasar
3. Kebersihan diri
4. Eliminasi
5. Istirahat tidur
G. Pemeriksaan fisik cepalo-caudal, meliputi :
1. Kesadaran umum
2. Pemeriksaan kepala dan leher
3. Pemeriksaan dada
4. Pemeriksaan abdomen
5. Pemeriksaan ekstremitas
IV. Data Psikososial, meliputi : perilaku, suasana hati, hubungan dengan orang lain, dan mekanisme koping
V. Data Spiritual, meliputi : kegiatan beribadah
VI. Program Terapi Dokter
VII. Data Penunjang
VIII. Masalah Keperawatan

Pengkajian Keperawatan Menggunakan 13 Domain Nanda

Ada banyak referensi yang bisa digunakan dalam melakukan pengkajian keperawatan. Kita tentunya mengenal tool yang populer di keperawaatan misalnya 11 Pola Fungsional dari Gordon atau 13 Divisi dari Doengoes Morhouse. Kalau kita lihat dan berdasarkan pengalaman menggunakan pengakajian keperawatan tersebut di atas seorang perawata akan lebih mudah untuk mengidentifikasi masalah keperawatan yang nantinya akan di identifikasi sebagai nursing diagnosis.
Pada prisnsipnya diagnosis keperawatan adalah merupakan respon dari pasien sehingga pola atau bentuk pengelompokan data yang berupa pengelompokan respon dari pasien akan lebih mempermudah perawat untuk mengidentifikasi masalah pasien.
Hal ini berbeda bila kita menggunakan pengkajian dengan menggunakan pendekatan system. Kalau kita kaji lebih dalam dalam, pengkajian persystem menggunakan pendekatan mencari data dari kelainan pada organ sehingga bila perawat menggunakan pendekatan persistem akan kesulitan menemukan respon yang muncul dari pasien dan ingat diagnosis pasien adalah respon pasien dari gangguan pada organ tubuhny, ini berbeda dengan diagnosis dokter yang mengacu kepada kelainan organ pasien itu sendiri.
Dalam website NANDA tidak secara khusus menyebutkan bahwa 13 Domain NANDA dapat digunakan untuk melakukan pengkajian keperawatan. Namun demikian bila kita lihat dari struktur dan pola yang dikembangkan untuk mengelompokkan respon dan sebagai dasar toksonomi untuk nursing diagnosis, 13 Domain NANDA ini memungkinkan dan bisa digunakan untuk melakukan pengkajian keperawatan.
Seperti apa 13 Domain NANDA tersebut berikut ringkasan dan sedikit penjelasannya,
HEALTH PROMOTION (PENINGKATAN KESEHATAN)
Kesadaran akan kesehatan atau normalitas fungsi dan strategi-strategi yang diterapkan untuk mempertahankan control dan meningkatkan kesehatan atau normalitas fungsi tersebut.
Health Awareness(Kesadaran Kesehatan) : Pengenalan akan fungsi normal dan kesehatan
Health Management(Manajemen Kesehatan) : Mengidentifikasi, mengontrol, memperlihatkan dan mengintegrasikan kegiatan-kegiatan untuk mempertahankan kesehatan
NUTRITION (NUTRISI)
Kegiatan memperoleh, mengasimilasi, dan menggunakan kandungan gizi untuk tujuan mempertahankan jaringan, perbaikan jaringan, dan produksi tenaga
Ingestion(Proses masuknya makanan) : Memasukkan makanan atau kandungan gizi ke dalam tubuh
Digestion( Pencernaan) : Kegiatan fisik dan kimiawi yang mengubah kandungan makanan ke dalam zat-zat yang sesuai untuk penyerapan dan asimilasi
Absorption(Penyerapan) : tahapan penyerapan kandungan gizi melalui jaringan-jaringan tubuh
Metabolism (metabolisme) : Proses kimiawi dan fisik yang terjadi di dalam organisme dan sel-sel hidup bagi pengembangan dan kegunaan protoplasma, produksi kotoran dan tenaga dengan pelepasan tenaga untuk seluruh proses vital
Hydration (Minum) : Perolehan dan penyerapan cairan dan larutan-larutan
ELIMINATION (PEMBUANGAN)
Keluarnya produk-produk kotoran dari tubuh
Urinary system (Sistem Urinaria) : proses keluarnya urine
Gastrointestinal system( Sistem gastrointestinal) : Pengeluaran dan pengenyahan produk-produk kotoran dari isi perut
Integumentary system( Sistem Integumen) : Proses keluarnya melalui kulit
Pulmonary system( Sistem Paru-paru) : Pembersihan produk-produk metabolis secara ikutan, pengeluaran dan benda-benda asing dari paru-paru atau dua saluran bronkus.
ACTIVITY/REST (AKTIFITAS /ISTIRAHAT)
Produksi, konservasi, pengeluaran atau keseimbangan sumber-sumber tenaga
Sleep / Rest (Tidur/istirahat) : tidur, istirahat, ketenagaan atau tidak beraktifitas
Activity / Exercise (Aktifitas/berolahraga) : Menggerakkan bagian-bagian tubuh (mobilitas), melakukan pekerjaan atau sering melakukan kegiatan-kegiatan (tetapi tidak selalu) untuk meningkatkan daya tahan tubuh (resisitensi)
Energy Balance (Keseimbangan Energi) : Kondisi dinamis keharmonisan antara proses masuk dan keluarnya sumber-sumber tenaga
Cardiovascular-pulmonary Responses (respon jantung-paru-paru) : Mekanisme jantung-paru-paru yang mendukung aktifitas/istirahat
PERCEPTION/COGNITION (CARA PANDANG/KESADARAN)
Sistem pemrosesan informasi manusia, termasuk perhatian, orientasi (tujuan), sensasi, cara pandang, kesadaran, dan komunikasi
Attention( Perhatian) : Kesiapan mental untuk memperhatikan atau mengamati
Orientation (Tujuan) : Kesadaran akan waktu, tempat dan orang
Sensation/Perception (Sensasi/Cara Pandang) : Menerima informasi melalui sentuhan, rasa, bau, penglihatan, pendengaran, dan kinestesi (gerakan otot) dan pemahaman akan data rasa hasil dari penamaan, mengasosiasikan dan atau pengenalan pola
Cognition (Kesadaran) : Kegunaan memori, belajar, berfikir, penyelesaian masalah, abstraksi, penilaian, pengetahuan, kapasitas intelektual, kalkulasi dan bahasa.
Communication (Komunikasi) : Mengirim dan menerima informasi verbal (memakai kata-kata) dan non verbal (memakai gerakan anggota badan yang mengandung arti)
SELF-PERCEPTION (PERSEPSI DIRI)
Kesadaran Akan diri sendiri
Self-Concept (Konsep Diri) : persepsi tentang diri sendiri secara menyeluruh
Self-Esteem (Penghargaan diri) : Penilaian akan pekerjaan sendiri, kapabilitas, kepentingan, dan keberhasilan
Body Image (Citra Tubuh) : Citra mental akan tubuh diri sendiri
ROLE RELATIONSHIPS (HUBUNGAN PERAN)
Hubungan atau asosiasi positif dan negative antar individu atau kelompok-kelompok individu dan sarananya. Hubungan-hubungan tersebut ditunjukkan oleh sarana tersebut.
Caregiving Roles (Peran-peran yang memberi perhatian) : Pola perilaku yang diharapkan secara social oleh individu-individu yang menyediakan perawatan dan bukan para professional perawatan kesehatan
Family Relationships (Hubungan keluarga) : Asosiasi orang-orang yang secara biologis saling berkaitan
Role Performance (Kinerja Peran) : Kualitas memfungsikan didalam pola-pola perilaku yang diharapkan secara sosial
SEXUALITY /SEKSUALITAS
Identitas seksual, fungsi seksual dan reproduksi
Sexual Identity (Identitas Seksual) : Kondisi menjadi seseorang yang khusus dalam hal seksualitas dan atau gender
Sexual Function (Fungsi Seksual) : Kapasitas atau kemampuan untuk berpartisipasi didalam aktifitas seksual
Reproduction (Reproduksi) : Segala proses yang melahirkan individu-individu baru
COPING/STRESS TOLERANCE
Berkaitan dengan kejadian-kejadian atau proses-proses kehidupan
Post-Trauma Responses (Respon paska trauma) Reaksi-reaksi yang terjadi setelah trauma fisik atau psikologis
Coping Responses (Respon-respon penanggulangan) : Proses mengendalikan tekanan lingkungan
Neuro-behavioral Responses (Respon-respon perilaku syaraf) Respon perilaku yang mencerminkan fungsi saraf dan otak
LIFE PRINCIPLES (PRINSIP-PRINSIP HIDUP)
Prinsip-prinsip yang mendasari perilaku, pikiran dan perilaku tentang langkah-langkah, adapt istiadat, atau lembaga yang dipandang benar atau memiliki pekerjaan intrinsik
Values: (Nilai-nilai) : Identifikasi dan pemeringkatan tentang bagaimana akhirnya bertindak yang disukai
Beliefs: (Kepercayaan) : Pendapat, harapan atau penilaian atas tindakan, adapt istiadat, atau lembaga yang dianggap benar atau memiliki pekerjaan instrinsik
Value/Belief/Action Congruence: (Nilai, Kepercayaan, kesesuaian tindakan) : korespondensi atau keseimbangan yang dicapai antara nilai-nilai, kepercayaan dan tindakan
SAFETY/PROTECTION (KESELAMATAN/PERLINDUNGAN)
Aman dari mara bahaya, luka fisik atau kerusakan system kekebalan, penjagaan akan kehilangan dan perlindungan keselamatan dan keamanan
Infection: (Infeksi) : Respon-respon setempat setelah invasi patogenik
Physical Injury: (luka Fisik) : Luka tubuh yang membahayakan
Violence: ( kekerasan ) penggunaan kekuatan atau tenaga yang berlebihan sehingga menimbulkan luka atau siksaan
Environmental Hazards: (tanda bahaya lingkungan ) sumber-sumber bahaya yang ada dilinkungan sekitar kita
Defensive Processes: ( proses mempertahankan diri ) proses seseorang mempertahankan diri dari luar
Thermoregulation: proses fisiologis untuk mengatur panas dan energi di dalam tubuh untuk tujuan melindingi organisms.
COMFORT
Rasa kesehatan mental, fisik, atau social, atau ketentraman
Physical Comfort : merasakan tentram dan nyaman
Social Comfort : merasakan tentram dan nyaman dari situasi social seseorang
GROWTH/DEVELOPMENT
Bertambahnya usia yang sesuai dengan demensi fisik, system organ dan atau tonggak perkembangan yang dicapai
Growth: kenaikan demensi fisik atau kedewasaan system organ
Development: apa yang dicapai, kurang tercapai, atau kehilangan tonggak perkembangan

Komunikasi Terapeutik

Pengertian Komunikasi Terapeutik

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien (Indrawati, 2003 48).

Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling memberikan pengertian antar perawat dengan pasien. Persoalan mendasar dan komunikasi in adalah adanya saling membutuhan antara perawat dan pasien, sehingga dapat dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi di antara perawat dan pasien, perawat membantu dan pasien menerima bantuan (Indrawati, 2003 : 48).

Komunikasi terapeutik bukan pekerjaan yang bisa dikesampingkan, namun harus direncanakan, disengaja, dan merupakan tindakan profesional. Akan tetapi, jangan sampai karena terlalu asyik bekerja, kemudian melupakan pasien sebagai manusia dengan beragam latar belakang dan masalahnya (Arwani, 2003 50).

Manfaat Komunikasi Terapeutik

Manfaat komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan kerja sama antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien. Mengidentifikasi. mengungkap perasaan dan mengkaji masalah dan evaluasi tindakan yang dilakukan oleh perawat (Indrawati, 2003 : 50).

Tujuan Komunikasi Terapeutik (Indrawati, 2003 48).

Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan yang efektif untuk pasien, membantu mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan diri sendiri.

Kualitas asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien sangat dipengaruhi oleh kualitas hubungan perawat-klien, Bila perawat tidak memperhatikan hal ini, hubungan perawat-klien tersebut bukanlah hubungan yang memberikan dampak terapeutik yang mempercepat kesembuhan klien, tetapi hubungan sosial biasa.

Jenis Komunikasi Terapeutik

Komunikasi merupakan proses kompleks yang melibatkan perilaku dan memungkinkan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan dunia sekitarnya. Menurut Potter dan Perry (1993) dalam Purba (2003), komunikasi terjadi pada tiga tingkatan yaitu intrapersonal, interpersonal dan publik.

Menurut Potter dan Perry (1993), Swansburg (1990), Szilagyi (1984), dan Tappen (1995) dalam Purba (2003) ada tiga jenis komunikasi yaitu verbal, tertulis dan non-verbal yang dimanifestasikan secara terapeutik.

1. Komunikasi Verbal

Jenis komunikasi yang paling lazim digunakan dalam pelayanan keperawatan di rumah sakit adalah pertukaran informasi secara verbal terutama pembicaraan dengan tatap muka. Komunikasi verbal biasanya lebih akurat dan tepat waktu. Kata-kata adalah alat atau simbol yang dipakai untuk mengekspresikan ide atau perasaan, membangkitkan respon emosional, atau menguraikan obyek, observasi dan ingatan. Sering juga untuk menyampaikan arti yang tersembunyi, dan menguji minat seseorang. Keuntungan komunikasi verbal dalam tatap muka yaitu memungkinkan tiap individu untuk berespon secara langsung.

Komunikasi Verbal yang efektif harus:

1) Jelas dan ringkas

Komunikasi yang efektif harus sederhana, pendek dan langsung. Makin sedikit kata-kata yang digunakan makin kecil keniungkinan teijadinya kerancuan. Kejelasan dapat dicapai dengan berbicara secara lambat dan mengucapkannya dengan jelas. Penggunaan contoh bisa membuat penjelasan lebih mudah untuk dipahami. Ulang bagian yang penting dari pesan yang disampaikan. Penerimaan pesan perlu mengetahui apa, mengapa, bagaimana, kapan, siapa dan dimana. Ringkas, dengan menggunakan kata-kata yang mengekspresikan ide secara sederhana.

2) Perbendaharaan Kata (Mudah dipahami)

Komunikasi tidak akan berhasil, jika pengirim pesan tidak mampu menerjemahkan kata dan ucapan. Banyak istilah teknis yang digunakan dalam keperawatan dan kedokteran, dan jika ini digunakan oleh perawat, klien dapat menjadi bingung dan tidak mampu mengikuti petunjuk atau mempelajari informasi penting. Ucapkan pesan dengan istilah yang dimengerti klien. Daripada mengatakan “Duduk, sementara saya akan mengauskultasi paru paru anda” akan lebih baik jika dikatakan “Duduklah sementara saya mendengarkan paru-paru anda”.

3) Arti denotatif dan konotatif

Arti denotatif memberikan pengertian yang sama terhadap kata yang digunakan, sedangkan arti konotatif merupakan pikiran, perasaan atau ide yang terdapat dalam suatu kata. Kata serius dipahami klien sebagai suatu kondisi mendekati kematian, tetapi perawat akan menggunakan kata kritis untuk menjelaskan keadaan yang mendekati kematian. Ketika berkomunikasi dengan keperawat harus hati-hati memilih kata-kata sehingga tidak mudah untuk disalah tafsirkan, terutama sangat penting ketika menjelaskan tujuan terapi, terapi dan kondisi klien.

4) Selaan dan kesempatan berbicara

Kecepatan dan tempo bicara yang tepat turut menentukan keberhasilan komunikasi verbal. Selaan yang lama dan pengalihan yang cepat pada pokok pembicaraan lain mungkin akan menimbulkan kesan bahwa perawat sedang menyembunyikan sesuatu terhadap klien. Perawat sebaiknya tidak berbicara dengan cepat sehingga kata-kata tidak jelas. Selaan perlu digunakan untuk menekankan pada hal tertentu, memberi waktu kepada pendengar untuk mendengarkan dan memahami arti kata. Selaan yang tepat dapat dilakukan dengan memikirkan apa yang akan dikatakan sebelum mengucapkannya, menyimak isyarat nonverbal dari pendengar yang mungkin menunjukkan. Perawat juga bisa menanyakan kepada pendengar apakah ia berbicara terlalu lambat atau terlalu cepat dan perlu untuk diulang.

5) Waktu dan Relevansi

Waktu yang tepat sangat penting untuk menangkap pesan. Bila klien sedang menangis kesakitan, tidak waktunya untuk menjelaskan resiko operasi. Kendatipun pesan diucapkan secara jelas dan singkat, tetapi waktu tidak tepat dapat menghalangi penerimaan pesan secara akurat. Oleh karena itu, perawat harus peka terhadap ketepatan waktu untuk berkomunikasi. Begitu pula komunikasi verbal akan lebih bermakna jika pesan yang disampaikan berkaitan dengan minat dan kebutuhan klien.

6) Humor

Dugan (1989) dalam Purba (2003) mengatakan bahwa tertawa membantu pengurangi ketegangan dan rasa sakit yang disebabkan oleh stres, dan meningkatkan keberhasilan perawat dalam memberikan dukungan emosional terhadap klien. Sullivan dan Deane (1988) dalam Purba (2006) melaporkan bahwa humor merangsang produksi catecholamines dan hormon yang menimbulkan perasaan sehat, meningkatkan toleransi terhadap rasa sakit, mengurangi ansietas, memfasilitasi relaksasi pernapasan dan menggunakan humor untuk menutupi rasa takut dan tidak enak atau menutupi ketidak mampuannya untuk berkomunikasi dengan klien.

2. Komunikasi Tertulis

Komunikasi tertulis merupakan salah satu bentuk komunikasi yang sering digunakan dalam bisnis, seperti komunikasi melalui surat menyurat, pembuatan memo, laporan, iklan di surat kabar dan lain- lain.

Prinsip-prinsip komunikasi tertulis terdiri dari :

1) Lengkap

2) Ringkas

3) Pertimbangan

4) Konkrit

5) Jelas

6) Sopan

7) Benar

Fungsi komunikasi tertulis adalah:

1) Sebagai tanda bukti tertulis yang otentik, misalnya; persetujuan operasi.

2) Alat pengingat/berpikir bilamana diperlukan, misalnya surat yang telah diarsipkan.

3) Dokumentasi historis, misalnya surat dalam arsip lama yang digali kembali untuk mengetahui perkembangan masa lampau.

4) Jaminan keamanan, umpamanya surat keterangan jalan.

5) Pedoman atau dasar bertindak, misalnya surat keputusan, surat perintah, surat pengangkatan.

Keuntungan Komunikasi tertulis adalah:

1) Adanya dokumen tertulis

2) Sebagai bukti penerimaan dan pengiriman

3) Dapat meyampaikan ide yang rumit

4) Memberikan analisa, evaluasi dan ringkasan

5) menyebarkan informasi kepada khalayak ramai

6) Dapat menegaskan, menafsirkan dan menjelaskan komunikasi lisan.

7) Membentuk dasar kontrak atau perjanjian

8) Untuk penelitian dan bukti di pengadilan

Kerugian Komunikasi tertulis adalah:

1) Memakan waktu lama untuk membuatnya

2) Memakan biaya yang mahal

3) Komunikasi tertulis cenderung lebih formal

4) Dapat menimbulkan masalah karena salah penafsiran

5) Susah untuk mendapatkan umpan balik segera

6) Bentuk dan isi surat tidak dapat di ubah bila telah dikirimkan

7) Bila penulisan kurang baik maka akan membingungkan Si pembaca.

3. Komunikasi Non Verbal

Komunikasi non-verbal adalah pemindahan pesan tanpa menggunakan kata-kata. Merupakan cara yang paling meyakinkan untuk menyampaikan pesan kepada orang lain. Perawat perlu menyadari pesan verbal dan non-verbal yang disampaikan klien mulai dan saat pengkajian sampai evaluasi asuhan keperawatan, karena isyarat non verbal menambah arti terhadap pesan verbal. Perawat yang mendektesi suatu kondisi dan menentukan kebutuhan asuhan keperawatan.

Morris (1977) dalam Liliweni (2004) membagi pesan non verbal sebagai berikut:

1) Kinesik

Kinesik adalah pesan non verbal yang diimplementasikan dalam bentuk bahasa isyarat tubuh atau anggota tubuh. Perhatikan bahwa dalam pengalihan informasi mengenai kesehatan, para penyuluh tidak saja menggunakan kata-kata secara verbal tetapi juga memperkuat pesan-pesan itu dengan bahasa isyarat untuk mengatakan suatu penyakit yang berbahaya, obat yang mujarab, cara memakai kondom, cara mengaduk obat, dan lain-lain.

2) Proksemik

Proksemik yaitn bahasa non verbal yang ditunjukkan oleh “ruang” dan “jarak” antara individu dengan orang lain waktu berkomunikasi atau antara individu dengan objek.

3) Haptik

Haptik seringkali disebut zero proxemics, artinya tidak ada lagi jarak di antara dua orang waktu berkomunikasi. Atas dasar itu maka ada ahli kumunikasi non verbal yang mengatakan haptik itu sama dengan menepuk-nepuk, meraba-raba, memegang, mengelus dan mencubit. Haptik mengkomunikasikan relasi anda dengan seseorang.

4) Paralinguistik

Paralinguistik meliputi setiap penggunaan suara sehingga dia bermanfaat kalau kita hendak menginterprestasikan simbol verbal. Sebagai contoh, orang-orang Muang Thai merupakan orang yang rendah hati, mirip dengan orang jawa yang tidak mengungkapkan kemarahan dengan suara yang keras. Mengeritik orang lain biasanya tidak diungkapkan secara langsung tetapi dengan anekdot. Ini berbeda dengan orang Batak dan Timor yang mengungkapkan segala sesuatu dengan suara keras.


5) Artifak

Kita memehami artifak dalam komunikasi komunikasi non verbal dengan pelbagai benda material disekitar kita, lalu bagaimana cara benda-benda itu digunakan untuk menampilkan pesan tatkala dipergunakan. Sepeda motor, mobil, kulkas, pakaian, televisi, komputer mungkin sekedar benda. Namun dalam situasi sosial tertentu benda-benda itu memberikan pesan kepada orang lain. Kita dapat menduga status sosial seseorang dan pakaian atau mobil yang mereka gunakan. Makin mahal mobil yang mereka pakai, maka makin tinggi status sosial orang itu.

6) Logo dan Warna

Kreasi pan perancang untuk menciptakan logo dalam penyuluhan merupaka karya komunikasi bisnis, namun model keija m dapat ditirn dalam komunikasi kesehatan. Biasanya logo dirancang untuk dijadikan simbol da suatu karaya organisasi atau produk da suatu organisasi, terutama bagi organisasi swasta. Bentuk logo umumnya berukuran kecil dengan pilihan bentuk, warna dan huruf yang mengandung visi dan misi organisasi.

7) Tampilan Fisik Tubuh

Acapkali anda mempunyai kesan tertentu terhadap tampilan fisik tubuh dari lawan bicara anda. Kita sering menilai seseorang mulai dari warna kulitnya, tipe tubuh (atletis, kurus, ceking, bungkuk, gemuk, gendut, dan lain-lain). Tipe tubuh itu merupakan cap atau warna yang kita berikan kepada orang itu. Salah satu keutamaan pesan atau informasi kesehatan adalah persuasif, artinya bagaimana kita merancang pesan sedemikian rupa sehingga mampu mempengaruhi orang lain agar mereka dapat mengetahui informasi, menikmati informasi, memutuskan untuk membeli atau menolak produk bisnis yang disebarluaskan oleh sumber informasi. (Liliweri, 2007:108).

Karakteristik Komunikasi Terapeutik

Ada tiga hal mendasar yang memberi ciri-ciri komunikasi terapeutik yaitu sebagai berikut: (Arwani, 2003 : 54).

1. Ikhlas (Genuiness)

Semua perasaan negatif yang dimiliki oleh pasien barus bisa diterima dan pendekatan individu dengan verbal maupun non verbal akan memberikan bantuan kepada pasien untuk mengkomunikasikan kondisinya secara tepat.

2. Empati (Empathy)

Merupakan sikap jujur dalam menerima kondisi pasien. Obyektif dalam memberikan penilaian terhadap kondisi pasien dan tidak berlebihan.

3. Hangat (Warmth)

Kehangatan dan sikap permisif yang diberikan diharapkan pasien dapat memberikan dan mewujudkan ide-idenya tanpa rasa takut, sehingga pasien bisa mengekspresikan perasaannya lebih mendalam.

Fase – fase dalam komunikasi terapeutik

1. Orientasi (Orientation)

Pada fase ini hubungan yang terjadi masih dangkal dan komunikasi yang terjadi bersifat penggalian informasi antara perawat dan pasien. Fase ini dicirikan oleh lima kegiatan pokok yaitu testing, building trust, identification of problems and goals, clarification of roles dan contract formation.

2. Kerja (Working)

Pada fase ini perawat dituntut untuk bekerja keras untuk memenuhi tujuan yang telah ditetapkan pada fase orientasi. Bekerja sama dengan pasien untuk berdiskusi tentang masalah-masalah yang merintangi pencapaian tujuan. Fase ini terdiri dari dua kegiatan pokok yaitu menyatukan proses komunikasi dengan tindakan perawatan dan membangun suasana yang mendukung untuk proses perubahan.

3. Penyelesaian (Termination)

Paa fase ini perawat mendorong pasien untuk memberikan penilaian atas tujuan telah dicapai, agar tujuan yang tercapai adalah kondisi yang saling menguntungkan dan memuaskan. Kegiatan pada fase ini adalah penilaian pencapaian tujuan dan perpisahan (Arwani, 2003 61).

Faktor – faktor penghambat komunikasi

Faktor-faktor yang menghambat komunikasi terapeutik adalah (Indrawati, 2003 : 21):

1. Perkembangan.

2. Persepsi.

3. Nilai.

4. Latar belakang sosial budaya.

5. Emosi.

6. Jenis Kelamin.

7. Pengetahuan.

8. Peran dan hubungan.

9. Lingkungan.

10. Jarak.

11. CitraDiri.

12. Kondisi Fisik.

Anatomi Dasar Sistem Pernafasan

Sistem pernafasan pada dasarnya dibentuk oleh jalan atau saluran nafas dan paru-paru beserta pembungkusnya (pleura) dan rongga dada yang melindunginya. Di dalam rongga dada terdapat juga jantung di dalamnya. Rongga dada dipisahkan dengan rongga perut oleh diafragma.


Saluran nafas yang dilalui udara adalah hidung, faring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus dan alveoli. Di dalamnya terdapat suatu sistem yang sedemikian rupa dapat menghangatkan udara sebelum sampai ke alveoli. Terdapat juga suatu sistem pertahanan yang memungkinkan kotoran atau benda asing yang masuk dapat dikeluarkan baik melalui batuk ataupun bersin.

Paru-paru dibungkus oleh pleura. Pleura ada yang menempel langsung ke paru, disebut sebagai pleura visceral. Sedangkan pleura parietal menempel pada dinding rongga dada dalam. Diantara pleura visceral dan pleura parietal terdapat cairan pleura yang berfungsi sebagai pelumas sehingga memungkinkan pergerakan dan pengembangan paru secara bebas tanpa ada gesekan dengan dinding dada.





Rongga dada diperkuat oleh tulang-tulang yang membentuk rangka dada. Rangka dada ini terdiri dari costae (iga-iga), sternum (tulang dada) tempat sebagian iga-iga menempel di depan, dan vertebra torakal (tulang belakang) tempat menempelnya iga-iga di bagian belakang.
Terdapat otot-otot yang menempel pada rangka dada yang berfungsi penting sebagai otot pernafasan. Otot-otot yang berfungsi dalam bernafas adalah sebagai berikut :
1. interkostalis eksterrnus (antar iga luar) yang mengangkat masing-masing iga.
2. sternokleidomastoid yang mengangkat sternum (tulang dada).
3. skalenus yang mengangkat 2 iga teratas.
4. interkostalis internus (antar iga dalam) yang menurunkan iga-iga.
5. otot perut yang menarik iga ke bawah sekaligus membuat isi perut mendorong diafragma ke atas.
6. otot dalam diafragma yang dapat menurunkan diafragma.



Percabangan saluran nafas dimulai dari trakea yang bercabang menjadi bronkus kanan dan kiri. Masing-masing bronkus terus bercabang sampai dengan 20-25 kali sebelum sampai ke alveoli. Sampai dengan percabangan bronkus terakhir sebelum bronkiolus, bronkus dilapisi oleh cincin tulang rawan untuk menjaga agar saluran nafas tidak kolaps atau kempis sehingga aliran udara lancar.


Bagian terakhir dari perjalanan udara adalah di alveoli. Di sini terjadi pertukaran oksigen dan karbondioksida dari pembuluh darah kapiler dengan udara. Terdapat sekitar 300 juta alveoli di kedua paru dengan diameter masing-masing rata-rata 0,2 milimeter.

Evaluasi Keperawatan

Dalam melakukan tindakan keperawatan,perlu dilakukan evaluasi keperawatan, bagaimana melakukan evaluasi keperawatan? Mari kita bahas tentang evaluasi keperawatan ini, bila ada kekurangan mohon dapat di berikan masukan
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematik dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara bersinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.
Penilaian dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam melaksanakan rencana tindakan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.
Penilaian keperawatan adalah mungukur keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan klien.
TUJUAN
Tujuan umum :
1. Menjamin asuhan keperawatan secara optimal
2. Meningkatkan kualitas asuhan keperawatan.
Tujuan khusus :
1. Mengakhiri rencana tindakan keperawatan
2. Menyatakan apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum
3. Meneruskan rencana tindakan keperawatan
4. Memodifikasi rencana tindakan keperawatan
5. Dapat menentukan penyebab apabila tujuan asuhan keperawatan belum tercapai
MANFAAT :
1. Untuk menentukan perkembangan kesehatan klien
2. Untuk menilai efektifitas, efisiensi dan produktifitas asuhan keperawatan yang diberikan
3. Untuk menilai pelaksanaan asuhan keperawatan
4. Sebagai umpan balik untuk memperbaiki atau menyusun siklus baru dalam proses keperawatan
5. Menunjang tanggung gugat dan tanggung jawab dalam pelaksanaan keperawatan
KRITERIA :
1. Kriteria Proses (evaluasi proses) : menilai jalannya pelaksanaan proses keperawatan sesuai dengan situasi, kondisi dan kebutuhan klien. Evaluasi proses harus dilaksanakan segera setelah perencanaan keperawatan dilaksanakan untuk membantu keefektifan terhadap tindakan.
2. Kriteria keberhasilan (evaluasi hasil/sumatif) : menilai hasil asuhan eperawatan yang diperlihatkan dengan perubahan tingkah laku klien. Evaluasi ini dilaksanakan pada akhir tindakan keperawatan secara paripurna.
TEKNIK PENILAIAN :
1. Wawancara
2. Pengamatan
3. Studi dokumentasi
LANGKAH-LANGKAH EVALUASI :
1. Menentukan kriteria, standar dan pertanyaan evaluasi
2. Mengumpulkan data baru tentang klien
3. Menafsirkan data baru
4. Membandingkan data baru dengan standar yang berlaku
5. Merangkum hasil dan membuat kesimpulan
6. Melaksanakan tindakan yang sesuai berdasarkan kesimpulan
MENGUKUR PENCAPAIAN TUJUAN :
1. Kognitif : meliputi pengetahuan klien terhadap penyakitnya, mengontrol gejala, pengobatan, diet, aktifitas, persediaan alat, resiko komplikasi, gejala yang harus dilaporkan, pencegahan, pengukuran dan lainnya.
1. Interview : recall knowledge (mengingat), komprehensif (menyatakan informasi dengan kata-kata klien sendiri), dan aplikasi fakta (menanyakan tindakan apa yang akan klien ambil terait dengan status kesehatannya)
2. Kertas dan pensil
2. Affektif : meliputi tukar-menukar perasaan, cemas yang berurang, kemauan berkomunikasi, dsb.
1. Observasi secara langsung
2. Feedback dari staf esehatan yang lainnya
3. Psikomotor : observasi secara langsung apa yang telah dilakukan oleh lien
4. Perubahan fungsi tubuh dan gejala
HASIL EVALUASI :
1. Tujuan tercapai : jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan
2. Tujuan tercapai sebagian : jika klien menunjukkan perubahan sebagian dari standar dan kriteria yang telah ditetapan
3. Tujuan tidak tercapai : jika klien tidak menunjukkan perubahan dan kemajuan sama sekali dan bahkan timbul masalah baru.
BEBERAPA HAL YANG PERLU DIPERTANYAKAN DALAM EVALUASI :
1. Kecukupan informasi
2. Relevansi faktor-faktor yang berkaitan
3. Prioritas masalah yang disusun
4. Kesesuaian rencana dengan masalah
5. Pertimbangan fator-faktor yang unik
6. Perhatian terhadap rencana medis untuk terapi
7. Logika hasil yang diharapkan
8. Penjelasan dari tindakan keperawatan yang dilakukan
9. Keberhasilan rencana yang telah disusun
10. Kualitas penyusunan rencana
11. Timbulnya masalah baru.
bila masih terdapat kekurangan dalam penyampaian diatas, mohon koreksinya, karena untuk kebutuhan bersama komunitas keperawatan indonesia

Proses Keperawatan


Proses keperawatan secara umum diartikan sebagai pendekatan dalam pemecahan masalah yang sistematis untuk memberikan asuhan keperawatan terhadap setiap orang.
Adapun karakteristik dari proses keperawatan antara lain:
  • Merupakan kerangka berpikirdalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien, keluarga, dan komunitas.
  • Bersifat teratur dan sistematis.
  • Bersifat saling bergantung satu dengan yang lain
  • Memberikan asuhan keperawatan secara individual
  • klien menjadi pusat dan menghargai kekuatan klien
  • Dapat digunakan dalam keadaan apapun
Dalam proses keperawatan terdapat empat tahapan yaitu:
•1. Pengkajian
Pada dasarnya tujuan pengkajian adalah mengumpulkan data objektif dan subjektif dari klien. Adapun data yang terkumpul mencakup klien, keluarga, masyarakat, lingkungan, atau kebudayaan. (Mc Farland & mc Farlane, 1997)
Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan selama pengkajian antara lain:
  1. Memahami secara keseluruhan situasi yang sedang dihadapi oleh klien dengan cara memperhatikan kondisi fisik, psikologi, emosi, sosialkultural, dan spiritual yagn bisa mempengaruhi status kesehatannya.
  2. Mengumpulkan semua informasi yang bersangkutan dengan masa lalu, saat ini bahkan bahkan sesuatu yang berpotensi menjadi masalah bagi klien guna membuat suatu database yang lengkap. Data yang terkumpul berasal dari perawat-klien selama berinteraksi dan sumber yang lain. (Gordon, 1987;1994)
  3. Memahami bahwa klien adalah sumber informasi primer.
  4. Sumber informasi sekunder meliputi anggota keluarga, orang yang berperan penting dan catatan kesehatan klien.
Metode pengumpulan data meliputi :
  • Melakukan interview/wawancara.
  • Riwayat kesehatan/keperawatan
  • Pemeriksaan fisik
  • Mengumpulkan data penunjang hasil laboratorium dan diagnostik lain serta catatan kesehatan (rekam medik).
•2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah menganalisis data subjektif dan objektif untuk membuat diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan melibatkan proses berpikir kompleks tentang data yang dikumpulkan dari klien, keluarga, rekam medik, dan pemberi pelayanan kesehatan yang lain.
The North American Nursing Diagnosis Association (NANDA, 1992) mendefinisikan diagnosa keperawatan semacam keputusan klinik yang mencakup klien, keluarga, dan respon komunitas terhadap sesuatu yan berpotensi sebagai masalah kesehatan dalam proses kehidupan.
  • Dalam membuat diagnosa keperawatan dibutuhkan ketrampilan klinik yang baik, mencakup proses diagnosa keperawatan dan perumusan dalam pembuatan pernyataan keperawatan.
  • Proses diagnosa keperawatan dibagi menjadi kelompok interpretasi dan menjamin keakuratan diagnosa dari proses keperawatan itu sendiri. Perumusan pernyataan diagnosa keperawatan memiliki beberapa syarat yaitu mempunyai pengetahuan yang dapat membedakan antara sesuatu yang aktual, risiko, dan potensial dalam diagnosa keperawatan.
•3. Intervensi
Intervensi keperawatan adalah preskripsi untuk perilaku spesifik yang diharapkan dari pasien dan/atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat. Intervensi dilakukan untuk membantu pasien dalam mencapai hasil yang diharapkan.
Intervensi keperawatan harus spesifik dan dinyatakan dengan jelas. Pengkualifikasian seperti bagaimana, kapan, di mana, frekuensi, dan besarnya memberikan isi dari aktivitas yang direncanakan. Intervensi keperawatan dapat dibagi menjadi dua yaitu mandiri yaitu dilakukan oleh perawat dan kolaboratif yaitu yang dilakukan oleh pemberi perawatan lainnya.
•4. Evaluasi
Evaluasi mengacu kepada penilaian, tahapan, dan perbaikan. Pada tahap ini perawat menemukan penyebab mengapa suatu proses keperawatan dapat berhasil atau gagal. (Alfaro-LeFevre, 1994)
Perawat menemukan reaksi klien terhadap intervensi keperawatan yang telah diberikan dan menetapkan apa yang menjadi sasaran dari rencana keperawatan dapat diterima.Perencanaan merupakan dasar yang mendukung suatu evaluasi.
Menetapkan kembali informasi baru yang diberikan kepada klien untuk mengganti atau menghapus diagnosa keperawatan, tujuan, atau intervensi keperawatan.
Menentukan target dari suatu hasil yang ingin dicapai adalah keputusan bersama antara perawat dank lien (Yura & Walsh, 1988)
Evaluasi berfokus pada individu klien dan kelompok dari klien itu sendiri. Proses evaluasi memerlukan beberapa keterampilan dalam menetapkan rencana asuhan keperawatan., termasuk pengetahuan mengenai standar asuhan keperawatan, respon klien yang normal terhadap tindakan keperawatan, dan pengetahuan konsep teladan dari keperawatan.

Perencanaan Keperawatan

Rencana keperawatan adalah bagaimana perawat merencanakan suatu tindakan keperawatan agar dalam melakukan perawatan terhadap pasien efektif dan efisien
Rencana asuhan keperawatan adalah petunjuk tertulis yang menggambarkan secara tepat mengenai rencana tindakan yang dilakukan terhadap klien sesuai dengan kebutuhannya berdasarkan diagnosis keperawatan.
TUJUAN
Tujuan umum :
1. Sebagai alat komunikasi antara sesama anggota perawatan dan antar tim kesehatan lainnya
2. Untuk meningkatkan kesinambungan asuhan keperawatan terhadap klien
3. Mendokumentasikan proses dan kriteria hasil asuhan keperawatan yang akan dicapai.
Tujuan Administratif :

1. Mengidentifikasi fokus keperawatan kepada klien atau kelompok
2. Membedakan tanggung jawab perawat dengan profesi kesehatan lainnya
3. Menyediakan suatu kriteria guna pengulangan dan evaluasi keperawatan
4. Menyediakan kriteria klasifikasi klien.
Tujuan Klinik :
1. Menyediakan suatu pedoman dalam penulisan
2. Mengomunikasikan dengan staf perawat, apa yang diajarkan, apa yang diobservasi dan apa yang dilaksanakan
3. Menyediakan kriteria hasil (outcomes) sebagai pengulangan dan evaluasi keperawatan
4. Rencana tindakan yang spesifik secara langsung bagi individu, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya untuk melaksanakan tindakan.
MANFAAT RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
1. Sebagai penghubung kebutuhan klien
2. Untuk menjelaskan intervensi keperawatan yang harus dilaksanakan
3. Untuk meningkatkan praktik keperawatan, sehingga mendapatkan pengertian yang lebih jelas tentang prinsip proses keperawatan
4. Menjadi dasar pendekatan yang sistematis terhadap asuhan keperawatan.
LANGKAH-LANGKAH MEMBUAT RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
1. Menetapkan urutan prioritas diagnosis keperawatan
2. Menentukan tujuan asuhan keperawatan
3. Menentukan rencana intervensi keperawatan
4. Menuliskan rencana asuhan keperawatan
1. MERUMUSKAN TUJUAN
1. Berdasarkan masalah/diagnosis keperawatan yang telah dirumuskan
2. Merupakan hasil akhir yang ingin dicapai
3. Harus objektif atau merupaan tujuan operasional langsung dari kedua belah pihak (klien-perawat)
4. Tujuan perawatan hendaknya sejalan dengan tujuan klien
5. Mencakup tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang
6. Mencakup kriteria keberhasilan sebagai dasar evaluasi
7. Menjadi pedoman dari perencanaan tindakan keperawatan.
Suatu pernyataan tujuan pertama-tama diperlukan agar perawat tahu secara khusus apa yang perawat harapkan untuk dicapai bersama-sama dengan klien. Tanpa suatu pernyataan tujuan yang jelas, perawat tidak mengetahui apakah akhir yang diinginkan telah tercapai. Suatu pernyataan tujuan yang jelas, akan menunjukkan hasil dari tindakan keperawatan dan batas waktu yang dibutuhkan.
Terdapat dua kategori tujuan, yaitu janga pende dan jangka panjang. Tujuan jangka panjang adalah hasil yang dalam pencapaiannya memerlukan waktu lebih lama. Tujuan jangka pendek tepat digunakan untuk keadaan emergensi dimana kondisi klien tidak stabil.
Contoh tujuan jangka pendek :
1. Frekuensi nafas 16 – 24 x/mnt setelah dilakukan tindakan keperawatan/kolaboratif selama 2 jam.
2. Pemasukan cairan 2000 cc dalam 24 jam.
Kriteria Rumusan Tujuan Keperawatan :
1. Berfokus kepada klien. Pernyataan tujuan harus merupakan perilaku klien yang menunjukkan berkurangnya masalah klien. Masalah tersebut telah diidentifikasikan dalam diagnosis keperawatan
2. Jelas dan singkat
3. Dapat diukur dan diobservasi
4. Waktu relatif dibatasi (jangka pendek, menengah dan panjang)
5. Realistik untuk kemampuan/kondisi klien dalam waktu seperti yang ditetapkan
6. Realistik untuk tingkat pengalaman dan ketrampilan perawat
7. Ditentukan bersama oleh perawat dan klien
8. Tujuan harus sejalan dan menyokong terapi lain
Perumusan Kriteria Keberhasilan :
1. Merupakan model atau standar yang digunakan untu membuat keputusan
2. Dinyatakan sebagai hasil, misalnya merupakan perubahan status kesehatan
3. Menentukan apakah tujuan dapat dicapai
4. Menentukan kriteria keberhasilan yang ditentukan, yang mencakup perubahan perilaku, apa yang dilakukan oleh klien dan bagaimana kemampuan klien sebelum mencapai tujuan
Manifestasi terhadap respon manusia : KAPP (Kognitif, Afektif, Psikomotor, dan Perubahan fungsi tubuh) :
1. Kognitif : pengetahuan; berdasarkan pengulangan informasi yang telah diajarkan kepada klien.
2. Affektif : mengetahui bagaimana respon klien dan keluarga terhadap stress yang dihadapi (status emosional)
3. Psikomotor : mengidentifikasi apa yang seharusnya bisa dilaksanakan oleh klien sebagai hasil dari rencana pengajaran
4. Perubahan fungsi tubuh : sejumlah manifestasi yang dapat diobservasi.
Ciri-ciri Kriteria Keberhasilan :
1. Berhubungan dengan tujuan
2. Bersifat khusus dan konkrit
3. Hasilnya dapat dilihat, didengar, diraba dan diukur oleh orang lain
4. Dinyatakan dengan istilah yang positif.
Contoh :
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama tujuh hari, klien mampu merawat kebersihan diri sendiri tanpa bantuan perawat.
Kriteria :
1. Klien dapat mandi sendiri minimal 1x sehari
2. Klien dapat mengganti pakaian sendiri minimal 1x sehari
3. Mampu berdandan dengan rapi sesuai dengan waktu dan tepat
Formulasi Rumusan Tujuan Keperawatan :
1. Subjek (klien)
2. Perilaku klien yang dapat diamati oleh orang lain
3. Predikat (kondisi)
4. Kriteria keberhasilan.
Petunjuk Umum dalam Menulis Tujuan :
1. Tulislah tujuan dalam istilah yang dapat diukur. Hindari kata-kata : baik, normal, cukup dan perbaikan.
2. Tulislah tujuan dalam istilah `yang dapat dicapai oleh klien`, bukan tindakan keperawatan
3. Tulis tujuan sesingkat mungkin
4. Buat tujuan yang spesifik
5. Setiap tujuan berdasarkan dari satu diagnosis keperawatan
6. Rencanakan batas waktu untuk pencapaian setiap tujuan. Tulis tanggal tujuan dan tanggal evaluasi.
Secara umum : SMART : Specific, Measurable, Achievable, Reality and Time (singkat, jelas, dapat dimengerti, spesifik, dapat diukur, dapat dinilai, realistis, berdasarkan diagnosis keperawatan dan kriteria waktu tertentu).

Tips Mengendalikan Kolesterol

Dalam tubuh terdapat lemak terdiri dari kolesterol jahat yang biasa disebut LDL (Low Density Lipoprotein) dimana lemak ini dapat menempel pada pembuluh darah. Sedangkan kolesterol baik yang dikenal dengan HDL (High Density Lipoprotein) merupakan lemak yang dapat melarutkan kandungan LDL dalam tubuh. Kolesterol normal dalam tubuh adalah 160-200 mg, maka penumpukan kandungan LDL harus dicegah agar tetap dalam keadaan normal. Berikut beberapa tips agar Anda dapat mengontrol kolesterol dalam darah.
Berikut ini beberapa tips yang bisa Anda lakukan untuk mengendalikan kolesterol Anda:
• Diet
Konsumsi makanan yang rendah lemak dan kolesterol. Misalnya dengan mengkonsumsi susu tanpa lemak dan mengurangi konsumsi daging. Pilihlah makanan dengan kandungan lemak tak jenuh daripada kandungan lemak jenuh. Minyak yang digunakan untuk menggoreng secara berulang-ulang dapat meningkatkan kadar kolesterol, maka ada baiknya Anda mengurangi konsumsi makanan yang digoreng.
• Konsumsi makanan berserat
Lebih banyak mengkonsumsi makanan berserat seperti gandum, kacang-kacangan, sayur-sayuran dan buah-buahan. Jenis makanan ini dapat menyerap kolesterol yang ada dalam darah dan mengeluarkannya dari tubuh.
• Konsumsi antioksidan
Antioksidan banyak terdapat dalam buah-buahan seperti jeruk, strawbery, pepaya, wortel, atau labu. Mengkonsumsi bawang putih secara teratur juga dapat menurunkan kadar kolesterol.
• Hindari alkohol dan merokok
Dengan merokok atau mengkonsumsi alkohol, kolesterol akan mudah menumpuk dalam aliran darah.
• Olahraga
Berolahraga secara teratur sesuai dengan umur dan kemampuan. Jaga agar berat tubuh Anda tetap ideal.

Leukimia (Kanker Darah)


Penyakit Leukemia (Kanker Darah)
Leukemia (kanker darah) adalah jenis penyakit kanker yang menyerang sel-sel darah putih yang diproduksi oleh sumsum tulang (bone marrow). Sumsum tulang atau bone marrow ini dalam tubuh manusia memproduksi tiga type sel darah diantaranya sel darah putih (berfungsi sebagai daya tahan tubuh melawan infeksi), sel darah merah (berfungsi membawa oxygen kedalam tubuh) dan platelet (bagian kecil sel darah yang membantu proses pembekuan darah).
Leukemia umumnya muncul pada diri seseorang sejak dimasa kecilnya, Sumsum tulang tanpa diketahui dengan jelas penyebabnya telah memproduksi sel darah putih yang berkembang tidak normal atau abnormal. Normalnya, sel darah putih me-reproduksi ulang bila tubuh memerlukannya atau ada tempat bagi sel darah itu sendiri. Tubuh manusia akan memberikan tanda/signal secara teratur kapankah sel darah diharapkan be-reproduksi kembali.

Pada kasus Leukemia (kanker darah), sel darah putih tidak merespon kepada tanda/signal yang diberikan. Akhirnya produksi yang berlebihan tidak terkontrol (abnormal) akan keluar dari sumsum tulang dan dapat ditemukan di dalam darah perifer atau darah tepi. Jumlah sel darah putih yang abnormal ini bila berlebihan dapat mengganggu fungsi normal sel lainnya, Seseorang dengan kondisi seperti ini (Leukemia) akan menunjukkan beberapa gejala seperti; mudah terkena penyakit infeksi, anemia dan perdarahan.
• Penyakit Leukemia Akut dan Kronis
Leukemia akut ditandai dengan suatu perjalanan penyakit yang sangat cepat, mematikan, dan memburuk. Apabila hal ini tidak segera diobati, maka dapat menyebabkan kematian dalam hitungan minggu hingga hari. Sedangkan leukemia kronis memiliki perjalanan penyakit yang tidak begitu cepat sehingga memiliki harapan hidup yang lebih lama, hingga lebih dari 1 tahun.
• Leukemia diklasifikasikan berdasarkan jenis sel
Ketika pada pemeriksaan diketahui bahwa leukemia mempengaruhi limfosit atau sel limfoid, maka disebut leukemia limfositik. Sedangkan leukemia yang mempengaruhi sel mieloid seperti neutrofil, basofil, dan eosinofil, disebut leukemia mielositik.

Dari klasifikasi ini, maka Leukemia dibagi menjadi empat type sebutan;
1. Leukemia limfositik akut (LLA). Merupakan tipe leukemia paling sering terjadi pada anak-anak. Penyakit ini juga terdapat pada dewasa yang terutama telah berumur 65 tahun atau lebih.
2. Leukemia mielositik akut (LMA). Ini lebih sering terjadi pada dewasa daripada anak-anak. Tipe ini dahulunya disebut leukemia nonlimfositik akut.
3. Leukemia limfositik kronis (LLK). Hal ini sering diderita oleh orang dewasa yang berumur lebih dari 55 tahun. Kadang-kadang juga diderita oleh dewasa muda, dan hampir tidak ada pada anak-anak.
4. Leukemia mielositik kronis (LMK) sering terjadi pada orang dewasa. Dapat juga terjadi pada anak-anak, namun sangat sedikit.
• Penyebab Penyakit Leukemia
Sampai saat ini penyebab penyakit leukemia belum diketahui secara pasti, akan tetapi ada beberapa faktor yang diduga mempengaruhi frekuensi terjadinya leukemia.
1. Radiasi. Hal ini ditunjang dengan beberapa laporan dari beberapa riset yang menangani kasus Leukemia bahwa Para pegawai radiologi lebih sering menderita leukemia, Penerita dengan radioterapi lebih sering menderita leukemia, Leukemia ditemukan pada korban hidup kejadian bom atom Hiroshima dan Nagasaki, Jepang.

2. Leukemogenik. Beberapa zat kimia dilaporkan telah diidentifikasi dapat mempengaruhi frekuensi leukemia, misalnya racun lingkungan seperti benzena, bahan kimia inustri seperti insektisida, obat-obatan yang digunakan untuk kemoterapi.

3. Herediter. Penderita Down Syndrom memiliki insidensi leukemia akut 20 kali lebih besar dari orang normal.

4. Virus. Beberapa jenis virus dapat menyebabkan leukemia, seperti retrovirus, virus leukemia feline, HTLV-1 pada dewasa.
• Tanda dan Gejala Penyakit Leukemia
Gejala Leukemia yang ditimbulkan umumnya berbeda diantara penderita, namun demikian secara umum dapat digambarkan sebagai berikut:
1. Anemia. Penderita akan menampakkan cepat lelah, pucat dan bernafas cepat (sel darah merah dibawah normal menyebabkan oxygen dalam tubuh kurang, akibatnya penderita bernafas cepat sebagai kompensasi pemenuhan kekurangan oxygen dalam tubuh).

2. Perdarahan. Ketika Platelet (sel pembeku darah) tidak terproduksi dengan wajar karena didominasi oleh sel darah putih, maka penderita akan mengalami perdarahan dijaringan kulit (banyaknya jentik merah lebar/kecil dijaringan kulit).

3. Terserang Infeksi. Sel darah putih berperan sebagai pelindung daya tahan tubuh, terutama melawan penyakit infeksi. Pada Penderita Leukemia, sel darah putih yang diterbentuk adalah tidak normal (abnormal) sehingga tidak berfungsi semestinya. Akibatnya tubuh si penderita rentan terkena infeksi virus/bakteri, bahkan dengan sendirinya akan menampakkan keluhan adanya demam, keluar cairan putih dari hidung (meler) dan batuk.

4. Nyeri Tulang dan Persendian. Hal ini disebabkan sebagai akibat dari sumsum tulang (bone marrow) mendesak padat oleh sel darah putih.

5. Nyeri Perut. Nyeri perut juga merupakan salah satu indikasi gejala leukemia, dimana sel leukemia dapat terkumpul pada organ ginjal, hati dan empedu yang menyebabkan pembesaran pada organ-organ tubuh ini dan timbulah nyeri. Nyeri perut ini dapat berdampak hilangnya nafsu makan penderita leukemia.

6. Pembengkakan Kelenjar Lympa. Penderita kemungkinan besar mengalami pembengkakan pada kelenjar lympa, baik itu yang dibawah lengan, leher, dada dan lainnya. Kelenjar lympa bertugas menyaring darah, sel leukemia dapat terkumpul disini dan menyebabkan pembengkakan.

7. Kesulitan Bernafas (Dyspnea). Penderita mungkin menampakkan gejala kesulitan bernafas dan nyeri dada, apabila terjadi hal ini maka harus segera mendapatkan pertolongan medis.
• Diagnosa Penyakit Leukemia (Kanker Darah)
Penyakit Leukemia dapat dipastikan dengan beberapa pemeriksaan, diantaranya adalah ; Biopsy, Pemeriksaan darah {complete blood count (CBC)}, CT or CAT scan, magnetic resonance imaging (MRI), X-ray, Ultrasound, Spinal tap/lumbar puncture.
• Penanganan dan Pengobatan Leukemia
Penanganan kasus penyakit Leukemia biasanya dimulai dari gejala yang muncul, seperti anemia, perdarahan dan infeksi. Secara garis besar penanganan dan pengobatan Leukemia bisa dilakukan dengan cara single ataupun gabungan dari beberapa metode dibawah ini:

1. Chemotherapy/intrathecal medications
2. Therapy Radiasi. Metode ini sangat jarang sekali digunakan
3. Transplantasi bone marrow (sumsum tulang)
4. Pemberian obat-obatan tablet dan suntik
5. Transfusi sel darah merah atau platelet.

Sistem Therapi yang sering digunakan dalam menangani penderita leukemia adalah kombinasi antara Chemotherapy (kemoterapi) dan pemberian obat-obatan yang berfokus pada pemberhentian produksi sel darah putih yang abnormal dalam bone marrow. Selanjutnya adalah penanganan terhadap beberapa gejala dan tanda yang telah ditampakkan oleh tubuh penderita dengan monitor yang komprehensive.

Tips Mengatasi Sakit Kepala

Cara Mengatasi Sakit Kepala - Sakit kepala (cephalalgia atau dilafalkan cephalgia) adalah suatu kondisi terdapatnya rasa sakit di dalam kepala. Rasa sakit tersebut kadang terjadi di belakang leher atau punggung bagian atas.

Penyebab dan Jenis-jenis Sakit kepala memang banyak macamnya, diantaranya Sakit kepala karena tegang, Sakit kepala migren, Sakit kepala pasca-trauma, Sakit kepala alergi, dll.

Untuk mengatasi sakit kepala, berikut
ini blog tips kesehatan tampilkan obat tradisional untuk menghilangkan rasa sakit di kepala:

Bahan:
- Bunga Kenanga (15 gram)
- Jahe (15 gram)
- Air (400 cc)

Pemakaian:
Iris-iris Jahe, kemudian cuci bersih. Rebus Jahe yang telah di iris bersamaan dengan bunga kenanga dalam 400 cc air hingga tersisa 200 cc. Minum air ramuan obat sakit kepala tersebut 3 kali sehari selagi hangat.

Semoga tips mengatasi sakit kepala diatas bisa berguna bagi anda yang sedang mengalami masalah dengan kepala anda!

Aplikasi Teori Orlando

APLIKASI TEORI IDA JEAN ORLANDO
DALAM ASUHAN KEPERAWATAN DI RUMAH SAKIT
Oleh : Dwi Aprilianti

A. Latar Belakang Masalah

Keperawatan sebagai bagian integral pelayanan kesehatan merupakan suatu bentuk pelayanan professional yang didasarkan pada ilmu keperawatan. Pada perkembangannya ilmu keperawatan selalu mengikuti perkembangan ilmu lain, mengingat ilmu keperawatan merupakan ilmu terapan yang selalu berubah mengikuti perkembangan zaman.
Demikian juga dengan pelayanan keperawatan di Indonesia, kedepan diharapkan harus mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat serta teknologi bidang kesehatan yang senantiasa berkembang. Pelaksanaan asuhan keperawatan di sebagian besar rumah sakit Indonesia umumnya telah menerapkan pendekatan ilmiah melalui proses keperawatan.
Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung sebagai salah satu rumah sakit pendidikan di Indonesia, dari hasil pengamatan penulis selama melaksanakan bimbingan praktek klinik keperawatan, telah melaksanakan asuhan keperawatan yang kembangkan dengan mengacu pada pedoman standar praktek pelaksanaan asuhan keperawatan yang ditetapkan oleh PPNI. dimana standar praktik tersebut mengacu pada tahapan dalam proses keperawatan yang terdiri dari 5 standar : Pengkajian, Diagnosis keperawatan, Perencanaan, Implementasi, dan Evaluasi. (PPNI, 2000 hlm 57). Pelaksanaan asuhan keperawatan tersebut merupakan aplikasi unsur dan konsep dari beberapa teori dan model keperawatan yang di adopsi, digabung, dikembangkan serta dilaksanakan. Kemungkinan diantaranya teori dan model yang mewarnai asuhan keperawatan yaitu teori yang dikemukakan oleh Ida Jean Orlando yang dikenal dengan teori proses keperawatan atau disiplin proses keperawatan.
Dalam teorinya Orlando mengemukanan tentang beberapa konsep utama, diantaranya adalah konsep disiplin proses keperawatan ( nursing process discipline) yang juga dikenal dengan sebutan proses disiplin atau proses keperawatan. Disiplin proses keperawatan meliputi komunikasi perawat kepada pasiennya yang sifatnya segera, mengidentifikasi permasalahan klien yang disampaikan kepada perawat, menanyakan untuk validasi atau perbaikan. (Tomey, 2006: 434)
Orlando juga menggambarkan mengenai disiplin nursing proses sebagai interaksi total (totally interactive) yang dilakukan tahap demi tahap, apa yang terjadi antara perawat dan pasien dalam hubungan tertentu, perilaku pasien, reaksi perawat terhadap perilaku tersebut dan tindakan yang harus dilakukan, mengidentifikasi kebutuhan pasien untuk membantunya serta untuk melakukan tindakan yang tepat (George, 1995 ;162)
Dari uraian diatas penulis tertarik untuk mencoba membuat uraian mengenai lebih jauh mengenai Aplikasi Teori Keperawatan Ida Jean Orlando “Nursing Procces Theory” Dalam Asuhan dan Pelayanan Keperawatan Di Rumah Sakit.


A. Paradigma Keperawatan Teori Proses Keperawatan Orlando
Ida Jean Orlando Pelletier lahir pada tanggal 12 Agustus 1926 di New Jersey. Ia telah aktif berkarir sebagai pelaksana , pendidik, peneliti dan konsultan dalam bidang keperawatan. Pada awal karirnya ia bekerja sebagai staf keperawatan diberbagai bidang seperti obstetri, perawatan penyakit dalam dan bedah, serta di ruang emergenci. Ia juga telah menjabat sebagai suvervisor dan menjabat sebagai asisten dua direktur keperawatan. Ia diterima di Diploma Keperawatan di New York tahun 1947, medapat gelar Bachelor of Nursing pada tahun 1951 dari Universitas di Brooklyn New York, Pada tahun 1954 menerima MA di mental health consultation dari Universitas Colombia. Buku pertamanya yang dipublikasikan pada tahun 1961dan diprint ulang pada tahun 1990 yaitu hubungan dinamis perawat-pasien : fungsi, prinsip dan proses. Ia juga menjabat sebagai pimpinan graduate program dalam kesehatan mental dan psikiatri nursing di Yale. Orlando juga aktif dibebagai organisasi seperti pada Massachusetts Nurses’ Associations dan di Harvard Community Health Plan. Ia juga sebagai dosen dan konsultan pada berbagai institusi keperawatan.
Asumsi Orlando terhadap metaparadigma keperawatan hampir seluruhnya terkandung dalam teorinya. Sama dengan teori-teori keperawatan pendahulunya asumsinya tidak spesifik, namun demikian Schmieding (1993) medapatkan dari tulisan Orlando mengenai empat area yang ditekuninya :

1. Perawat
Perawat adalah suatu profesi yang mempunyai fungsi autonomi yang didefinisikan sebagai fungsi profesional keperawatan. Fungsi profesional yaitu membantu mengenali dan menemukan kebutuhan pasien yang bersifat segera. Itu merupakan tanggung jawab perawat untuk mengetahui kebutuhan pasien dan membantu memenuhinya. Dalam teorinya tentang disiplin proses keperawatan mengandung elemen dasar, yaitu perilaku pasien, reaksi perawat dan tindakan perawatan yang dirancang untuk kebaikan pasien
2. Manusia
Manusia bertindak atau berperilaku secara verbal dan nonverbal, kadang-kadang dalam situasi tertentu manusia dalam memenuhi kebutuhannya membutuhkan pertolongan, dan akan mengalami distress jika mereka tidak dapat melakukannya. Hal ini dijadikan dasar pernyataan bahwa perawat profesional harus berhubungan dengan seseorang yang tidak dapat menolong dirinya dalam memenuhi kebutuhannya.
3. Sehat
Orlando tidak medefinisikan tentang sehat, tetapi berasumsi bahwa bebas dari ketidaknyamanan fisik dan mental dan merasa adekuat dan sejahtera berkontribusi terhadap sehat. Perasaan adekuat dan sejahtera dalam memenuhi kebutuhannya berkontribusi terhadap sehat.
4. Lingkungan
Orlando berasumsi bahwa lingkungan merupakan situasi keperawatan yang terjadi ketika perawat dan pasien berinteraksi, dan keduanya mempersepsikan, berfikit, dan merasakan dan bertindak dalam situasi yang bersifat segera. Pasien dapat mengalami distress terhadap lingkungan therapeutik dalam mencapai tujuannya, perawat perlu mengobservasi perilaku pasien untuk mengetahui tanda-tanda distress.

B. Konsep Utama Dalam Teori Proses Keperawatan
Teori keperawatan Orlando menekankan ada hubungan timbal balik antara pasien dan perawat, apa yang mereka katakan dan kerjakan akan saling mempengaruhi. Dan sebagai orang pertama yang mengidentifikasi dan menekankan elemen-elemen pada proses keperawatan dan hal-hal kritis penting dari partisipasi pasien dalam proses keperawatan. Proses aktual interaksi perawat-pasien sama halnya dengan interaksi antara dua orang . Ketika perawat menggunakan proses ini untuk mengkomunikasikan reaksinya dalam merawat pasien, orlando menyebutnya sebagai ”nursing procces discipline”. Itu merupakan alat yang dapat perawat gunakan untuk melaksanakan fungsinya dalam merawat pasien.
Orlando menggambarkan model teorinya dengan lima konsep utama yaitu fungsi perawat profesional, mengenal perilaku pasien, respon internal atau kesegaraan, disiplin proses keperawatan serta kemajuan
1. Tanggung jawab perawat
Tanggung jawab perawat yaitu membantu apapun yang pasien butuhkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut (misalnya kenyamanan fisik dan rasa aman ketika dalam medapatkan pengobatan atau dalam pemantauan. Perawat harus mengetahui kebutuhan pasien untuk membantu memenuhinya. Perawat harus mengetahui benar peran profesionalnya, aktivitas perawat profesional yaitu tindakan yang dilakukan perawat secara bebas dan bertanggung jawab guna mencapai tujuan dalam membantu pasien. Ada beberapa aktivitas spontan dan rutin yang bukan aktivitas profesional perawat yang dapat dilakukan oleh perawat, sebaiknya hal ini dikurangi agar perawat lebih terfokus pada aktivitas-aktivitas yang benar-benar menjadi kewenangannya.
2. Mengenal perilaku pasien
Mengenal perilaku pasien yaitu dengan mengobservasi apa yang dikatakan pasien maupun perilaku nonverbal yang ditunjukan pasien.
3. Reaksi segera
Reaksi segera meliputi persepsi, ide dan perasaan perawat dan pasien. Reaksi segera adalah respon segera atau respon internal dari perawat dan persepsi individu pasien , berfikir dan merasakan.
4. Disiplin proses keperawatan
Menurut George (1995 hlm 162) mengartikan disiplin proses keperawatan sebagai interaksi total (totally interactive) yang dilakukan tahap demi tahap, apa yang terjadi antara perawat dan pasien dalam hubungan tertentu, perilaku pasien, reaksi perawat terhadap perilaku tersebut dan tindakan yang harus dilakukan, mengidentifikasi kebutuhan pasien untuk membantunya serta untuk melakukan tidakan yang tepat.
5. Kemajuan / peningkatan
Peningkatan berari tumbuh lebih, pasien menjadi lebih berguna dan produktif.
C. Disiplin Proses Keperawatan Dalam Teori Proses Keperawatan
Seperti yang telah diuraikan diatas bahwa disiplin proses keperawatan dalam nursing procces theory dikenal dengan sebutan proses disiplin atau proses keperawatan. Disiplin proses keperawatan meliputi komunikasi perawat kepada pasiennya yang sifatnya segera, mengidentifikasi permasalahan klien yang disampaikan kepada perawat, menanyakan untuk validasi atau perbaikan. (Tomey, 2006 hlm 434). Disiplin proses keperawatan didasarkan pada ” proses bagaimana seseorang bertindak”. Tujuan dari proses disiplin ketika digunakan antara perawat dan pasien adalah untuk membantu pemenuhan kebutuhan pasien. Peningkatan perilaku pasien merupakan indikasi dari pemenuhan kebutuhan sebagai hasil yang diharapkan.
1. Perilaku Pasien
Disiplin proses keperawatan dilaksanakan sesuai dengan perilaku pasien . seluruh perilaku pasien yang tidak sesuai dengan permasalahan dapat dianggap sebagai ekpresi yang membutuhkan pertolongan, ini sangat berarti pada pasien tertentu dalam kondisi gawat harus dipahami. Orlando menekankan hal ini pada prinsip pertamanya ” dengan diketahuinya perilaku pasien , atau tidak diketahuinya yang seharusnya ada hal tersebut menunjukan pasien membutuhkan suatu batuan”.
Perilaku pasien dapat verbal dan non verbal. Inkonsistensi antara dua perilaku ini dapat dijadikan faktor kesiapan perawat dalam memenuhi kebutuhan pasien. Perilaku verbal yang menunjukan perlunya pertolongan seperti keluhan, permintaan, pertanyaan, kebutuhan dan lain sebagainya. Sedangkan perilaku nonverbal misalnya heart rate, edema, aktivitas motorik: senyum, berjalan, menghindar kontak mata dan lain sebagainya. Walaupun seluruh perilaku pasien dapat menjadi indikasi perlunya bantuan tetapi jika hal itu tidak dikomunikasikan dapat menimbulkan masalah dalam interaksi perawat-pasien. Tidak efektifnya perilaku pasien merupakan indikasi dalam memelihara hubungan perawat-pasien, ketidakakuratan dalam mengidentifikasi kebutuhan pasien yang diperlukan perawat, atau reaksi negatif pasien terhadap tindakan perawat. Penyelesaian masalah tidak efektifnya perilaku pasien layak diprioritaskan. Reaksi dan tindakan perawat harus dirancang untuk menyelesaikan perilaku seperti halnya memenuhi kebutuhan yang emergenci
2. Reaksi Perawat
Perilaku pasien menjadi stimulus bagi perawat , reaksi ini tertidiri dari 3 bagian yaitu pertama perawat merasakan melalui indranya, kedua yaitu perawat berfikir secara otomatis, dan ketiga adanya hasil pemikiran sebagai suatu yang dirasakan. Contoh perawat melihat pasien merintih, perawat berfikir bahwa pasien mengalami nyeri kemudian memberikan perhatian
Persepsi, berfikir, dan merasakan terjadi secara otomatis dan hampir simultan. Oleh karena itu perawat harus relajar mengidentifikasi setiap bagian dari reaksinya. Hal ini akan membantu dalam menganalisis reaksi yang menentukan mengana ia berespon demikian. Perawat harus dapat menggunakan reaksinya untuk tujuan membantu pasien.
Displin proses keperawatan menentukan bagaimana perawat membagi reaksinya dengan pasien. Orlando menawarkan prinsip untuk menjelaskan penggunaan dalam hal berbagi “ beberapa observasi dilakukan dan dieksporasi dengan pasien adalah penting untuk memastikan dan memenuhi kebutuhannya atau mengenal yang tidak dapat dipenuhi oleh pasien pada waktu itu.
Orlando (1972) menyampaikan 3 kriteria untuk memastikan keberhasilan perawat dalam mengeksplor dan bereaksi dengan pasien, yaitu ;
a. Perawat harus menemuinya dan konsisten terhadap apa yang dikatakannya dan mengatakan perilaku nonverbalnya epada pasien
b. Perawat harus dapat mengkomunikasikannya dengan jelas terhadap apa yang akan diekspresikannya
c. Perawat harus menanyakan kembali kepada pasien langsung untuk perbaikan atau klarifikasi.
3. Tindakan Perawat
Setelah mevalidasi dan memperbaiki reaksi perawat terhadap perilaku pasien, perawat dapat melengkapi proses disiplin dengan tindakan keperawatan, Orlando menyatakan bahwa apa yang dikatakan dan dilakukan oleh perawat dengan atau untuk kebaikan pasien adalah merupakan suatu tidakan profesional perawatan. Perawat harus menentukan tindakan yang sesuai untuk membantu memenuhi kebutuhan pasien. Prinsip yang menjadi petunjuk tindakan menurut Orlando yaitu perawat harus mengawali dengan mengekplorasi untuk memastikan bagaimana mempengaruhi pasien melalui tindakan atau kata-katanya.
Perawat dapat bertindak dengan dua cara yaitu : tindakan otomatis dan tindakan terencana. Hanya tindakan terencana yang memenuhi fungsi profesional perawat. Sedangkan tindakan otomatis dilakukan bila kebutuhan pasien yang mendesak, misalnya tindakan pemberian obat atas intruksi medis. Dibawah ini merupakan kriteria tindakan keperawatan yang direncanakan:
a. tindakan merupakan hasil dari indetifikasi kebutuhan pasien dengan memvalidasi reaksi perawat terhadap perilaku pasien.
b. Perawat menjelaskan maksud tindakan kepada pasien dan sesuai untuk memenuhi kebituhan pasien.
c. Perawat memvalidasi efektifitas tindakan, segera setelah dilakukan secara lengkap
d. Perawat membebaskan stimulasi yang tidak berhubungan dengan kebutuhan pasien ketika melakukan tindakan.
Tindakan otomatis tidak akan memenuhi kriteria tersebut. Beberapa contoh tindakan otomatis tindakan rutinitas, melaksanakan instruksi dokter, tindakan perlindungan kesehatan secara umum. Semua itu tidak membutuhkan validasi reaksi perawat
4. Fungsi profesional
Tindakan yang tidak profesional dapat menghambat perawat dalam menyelesaikan fungsi profesionalnya, dan dapat menyebabkan tidak adekuatnya perawatan pasien. Perawat harus tetap menyadari bahwa aktivias termasuk profesional jika aktivitas tersebut direncanakan untuk mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan pasien.
Disiplin proses keperawatan adalah serangkaian tindakan dengan suatu perilaku pasien yang membutuhkan bantuan. Perawat harus bereaksi terhadap perilaku pasien dengan mempersepsikan, berfikir dan merasakan. Perawat membagi aspek reaksinya dengan pasien, meyakinkan bahwa tindakan verbal dan nonverbalnya adalah konsisten dengan reaksinya, dan mengidentifikasi reaksi sebagai dirinya sendiri, dan perawat mengunjungi pasien untuk memvalidasi reaksinya. Membagi reaksinya oleh perawat membantu pasien untuk menggunakan proses yang sama agar lebih efektif perlu komunikasinya. Selajutnya tidakan yang sesuai untuk menyelesaikan kebutuhan adalah saling menguntungkan anatar pasien dan perawat. Setelah perawat bertindak , perawat segera katakan kepada pasien jika tindakannya berhasil interaksi. Secara keseluruhan interaksi , perawat meyakinkan bahwa perawat bebas terhadap stimulasi tambahan yang bertentangan dengan reaksinya terhadap pasien.



APLIKASI TEORI PROSES KEPERAWATAN ORLANDO DALAM ASUHAN KEPERAWATAN DI RUMAH SAKIT

Praktisi keperawatan dalam melaksanakan fungsinya perlu menerapkan teori atau model yang sesuai dengan situasi tertentu. Pada kondisi awal, kombinasi dari beberapa teori atau model dapat dipertimbangkan, tetapi jika dipergunakan secara konsisten dapat dilakukan analisa atau evaluasi terhadap efektivitasnya. Dengan menggunakan berbagai teori dan model keperawatan, maka fokus dan konsekwensi praktek keperawatan dapat berbeda .
Dibawah ini merupakan gambaran aplikasi disiplin proses keperawatan Orlando pada penderita SKA STEMI 1 jam setelah mendapat serangan.
A. Gambaran Kasus
Tn X usia 45 tahun satu jam sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh nyeri dada sebelah kiri menjalar ke leher, rahang, lengan serta ke punggung sebelah kiri. Nyeri dirasakan seperti tertekan benda berat. Nyeri menetap walaupun telah diistirahatkan. Nyeri dirasakan terus menerus lebih dari 30 menit. Kemudian oleh keluaga dibawa ke UGD RSHS.
Klien sebelumnya belum pernah dirawat atau sakit berat tetapi memiliki kebiasaan kurang olah raga, riwayat merokok berat 2 bungkus per hari, klien adalah seorang kepala keluarga dan bekerja sebagai seorang meneger di salah satu perusahaan.
Hasil pemeriksaan fisik : kesadaran kompos mentis, tekanan darah 140/90 mmHg, Nadi 98 kali/pemit, respirasi 30 kali/menit. Tampak gelisah, banyak keluar keringat. Hasil pemeriksaan EKG menunjukan adanya ST elevasi. Hasil Laboratorium terdapat enzim troponin T positip dan CKMB meningkat. Oleh dokter klien didiagnosa sindroma koroner akut dengan ST elevasi Miocard infark.

B. Peaksanaan Asuhan Keperawatan Berdasarkan Teori Proses Keperawatan Orlando.
Pada kasus Tn X tersebut diatas maka perawat harus segera bereaksi terhadap perilaku pasien baik secara perbal maupun non verbal, melakukan validasi, membagi bereaksi terhadap perilaku pasien dengan mempersepsikan, berfikir dan merasakan. Perawat membantu pasien untuk mengurangi ketidaknyamanan baik fisik maupun psikologis, ketidakmampuan pasien dalam menolong dirinya, serta mengevaluasi tindakan perawatan yang sudah dilakukannya. Semua itu dapat diterapkan melalui pendakaan disiplin proses keperawatan Orlando sebagai berikut :
1. Fase Reaksi Perawat.
Menutut George (1995) bahwa reaksi perawat dimana terjadi berbagi reaksi perawat dan perilaku pasien dalam disiplin proses keperawatan teori Orlando identik dengan fase pengkajian pada proses keperawatan.
Pengkajian difokuskan terhadap data-data yang relatif menunjukan kondisi yang emergenci dan membahayakan bagi kehidupan pasien, data yang perlu dikaji pada kasus diatas selain nyeri dada yang khas terhadap adanya gangguan sirkulasi koroner, juga perlu dikaji lebih jauh adalah bagaimana kharakteristik nyeri dada meliputi apa yang menjadi faktor pencetusnya, bagaimana kualitasnya, lokasinya, derajat dan waktunya. Disamping itu dapatkan juga data adakah kesulitan bernafas, rasa sakit kepala, mual dan muntah yang mungkin dapat menyertai keluhan nyeri dada.
Perawat perlu mengkaji perilaku pasien non verbal yang menunjukan bahwa pasien memerlukan pertolongan segera seperti : tanda-tanda vital, pada kasus didapatkan tekanan darah 140/90 mmHg, nadi 98 kali/menit, respirasi 30 kali/menit. Tampak gelisah, banyak keluar keringat. Perlu juga dikaji bagaimana kondisi akral apakah hangat atau dingin, CRT, kekuatan denyut nadi, Selanjutnya perawat perlu mengetahui data-data lain seperti catatan dari tim kesehatan lain, hasil laboratorium dan pemeriksaan diagnostik. Pada kasus didapatkan : EKG ST elevasi, diagnosa medis SKA STEMI. Troponin T positif, CKMB meningkat.
2. Fase Nursing Action
Fase perencanaan pada proses keperawatan, sesuai dengan fase nursing action pada disiplin proses keperawatan mencakup sharing reaction (analisa data), diagnosa keperawatan, perencanaan dan tindakan keperawatan atau implementasi . Tujuannya adalah selalu mengurangi akan kebutuhan pasien terhadap bantuan serta berhubngan dengan peningkatan perilaku pasien.
Setelah mendapatkan data-data yang menunjukan perilaku pasien, menurut Orlando perawat perlu melakukan sharing reaction yang identik dengan analisa data, sehingga dapat ditentukan diagnosa keperawatan.
a. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan difokuskan terhadap masalah ketidak mampuan pasien untuk memenuhi kebutuhannya sehingga perlu pertolongan perawat. Dari data yang didapatkan pada kasus Tn X ditemukan masalah :
1) Ketidakmampuan pasien menolong dirinya dalam memelihara perfusi jaringan otot jantung (berhubungan dengan penurunan aliran darah sekunder terhadap obstruksi.)
2) Ketidakmampuan pasien menolong dirinya dalam mengatasi rasa nyeri (berhubungan dengan adanya iskemik)
3) Ketidakmampuan pasien untuk melakukan aktivitas fisik (berhubungan dengan ketidaksimbangan suplai dan kebutuhan akan oksigen)
b. Rencana Keperawatan
Setelah masalah keperawatan pasien ditentukan disusun rencana keperawatan, fokus perencanaan pada pasien Tn X yaitu Rencana Tn X sendiri, dengan merumuskan tujuan yang saling menguntungkan baik pasien maupun perawat sehingga terjadi peningkatan perilaku Tn X kearah yang lebih baik. Adapun tujuannya yang diharapkan dalam memberikan asuhan keperawatan pada Tn X yaitu mampu menolong dirinya memelihara perfusi otot jantung secara adekuat, pasien mampu menolong dirinya untuk mengatasi rasa nyeri, serta mampu melakukan pemenuhan aktivitas tanpa harus memberatkan kerja jantung.
c. Implementasi
Fokus implementasi adalah efektifas tindakan untuk menanggulangi yang sifatnya mendesak, terdiri dari tindakan-tindakan otomatis seperti melaksanakan tindakan pengobatan atas instruksi medis dan dan tindakan terencana terencana yang dianggap sebagai peran perawat profesional sesungguhnya.. Adapun implementasi keperawatan yang perlu dilakukan pada Tn X yaitu :
1). Membantu pasien dalam menolong dirinya untuk memelihara perfusi jaringan otot jantung

a.) Tindakan Otomatis:
(1). Berikan therapi nitrogliserin sesuai program therapi
(2) Berikan therapi aspirin sesuai program therapi
(3). Persiapkan klien untuk therapi trombolitik sesuai program
(4). Persiapkan pasien untuk pelaksanaan PTCA sesuai program terapi.
(5) Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman
b) Tindakan terencana
(1) Istirahatkan pasien bed rest sampai kondisi akut teratasi dan keadaan stabil.
(2) Observasi tanda-tanda vital setiap 30 menit atau sesui
(3) Observasi tanda-tanda adanya penurunan kardiak output.
(4). Lakukan pemeriksaan EKG secara rutin
2). Membantu pasien untuk menolong dirinya menolong dirinya dalam mengatasi rasa nyeri.
a). Tindakan otomatis
(1) Memberikan obat anti nyeri : morfin sesuai dengan program therapi.
(2) Berikan Oksigen melalui nasal canul 4 liter / menit sesuai program therapi
(3) Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman
b). Tindakan terencana ;
(1) Istirahatkan pasien : Bed rest sampai dengan kondisi klien stabil.
(2) Posisikan pasien semi fowler
(3) Observasi tanda-tanda vital setiap 30 menit atau sesuai kebutuhan
(4) Observasi perkembangan nyeri : kharakreistik, kwalitas dan kwantitasnya
(5) Lakukan tindakan relaksasi dengan menarik nafas dalam dan keluarkan nafas secara perlahan.
3). Membantu pasien untuk menolong dirinya dalam pemenuhan aktivitas sehari-hari
a) Tindakan otomatis
(1) Hindari pasien untuk melakukan mengedan ketika defekasi
(2) Observasi tanda-tanda vital sebelum, selama dan sesudah melakukan aktivitas.
b). Tindakan terencana
(1) Observasi tanda-tanda vital sebelum, selama dan sesudah melakukan aktivitas.
(2) Bantu pasien dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari ; nutrisi, personal hygiene, eliminasi.
(3) Lakukan mobilisasi fisik setelah kondisi stabil

3 Evaluasi
Evaluasi, pada fase tindakan proses disiplin merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan. Tindakan- tindakan yang terencana , setelah tidakan lengkap dilaksanakan, perawat harus mengevaluasi keberhasilannya.Evaluasi asuhan keperawatan pada tuan X difokuskan terhadap perubahan perilaku terhadap kemampuan menolong dirinya untuk mengatasi ketidakmampuannya. Evaluasi dilakukan setelah tindakan keperawatan dilaksankan. Adapun hasil yang diharapkan adalah:
a. Perfusi jaringan pada otot jantung meningkat atau adekuat, ditandai dengan tanda-tanda vital : tekanan darah, nadi dan pernafasan dalam batas normal, hasil pemeriksaan EKG normal. Nyeri dada tidak ada.
b. Rasa nyaman terpenuhi: nyeri berkurang atau tidak ada, ditandai dengan : pasien mengatkan nyeri berkurang atau tidak ada, pasien relak. Tandatanda vital dalam batas normal,
c Pasien mampu melakukan aktivitas sehari-hari : tidak ada keluhan nyeri dada, sesak nafas atau palpitasi saat melakukan aktivitas, tekanan darah, nadi, respirasi dalam batas normal sebelum, selama dan setelah melakukan. Aktivitas. Pasien ammpu melakukan aktivitas sendiri dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari : makan, personal higiene dan eliminasi.

Dengan melihat aplikasi disiplin proses keperawatan pada kasus Tn X yang mengalami gangguan sistem kardiovaskular berhubungan dengan sindroma akut koroner non ST elevasi, penulis mencoba untuk membahas pelaksanaan aplikasi teori tersebut dengan membandingkan dengan proses keperawatan
Pada kedua proses tersebut, pada bagian tertentu secara keseluruhan sama. Misalnya keduanya merupakan hubungan interpersonal dan membutuhkan interaksi antara pasien dan perawat. Pasien sebagai input dalam keseluruhan proses. Kedua proses menggambarkan pasien sebagai total person. Tidak selalu tentang penyakit atau bagian tubuh. Kedua proses juga menggunakan metode tindakan keperawatan dan mengevaluasi tindakan tersebut.
Fase pengkajian pada proses keperawatan sesuai dengan berbagi pada reaksi perawat dengan perilaku pasien dalan disiplin proses keperawatan orlando. Perilaku pasien mengawali pengkajian. Perilaku yang dikaji adalah perilaku verbal yang dikatakan oleh pasien yaitu riwayat kesehatan sekarang meliputi keluhan utama, bagaimana keluhan itu dirasakan, bagaimana sifat dan kwalitas keluhan tersebut. Apa faktor pencetusnya. Dan faktor resiko terhadap terjadinya gangguan kesehatan. Sedangkan perilaku non verbal yang perlu diketahui oleh perawat adalah tanda-tanda dari gangguan fungsi tubuh sebagai respon pasien terhadap tidak terpenuhinya kebutuhan yang membutuhkan pertolongan perawat, seperti perubahan tanda-tanda vital, keluar keringat yang berlebihan, ketidaknormalan fungsi tubuh seperti yang ditunjukan oleh hasil pemeriksaan penunjang EKG, pemeriksaan enzim roponin dan lain sebagainya.
Berbagi pada reaksi perawat dalam disiplin nursing proses adalah komponen yang sama dengan analisis pada proses keperawatan. Walaupun reaksi perawat adalah otomatis. Hal ini sedikit berbeda dengan analisa data pada proses keperawatan dimana seorang perawat untuk mampu melakukan analisa data perlu menggunakan dasar teori keperawatan dan menggunakan prinsip dari pengetahuan fisik dan perilaku dan itu harus benar-benar menjadi dasar dalam menganalisa berbagai tanda dan gejala yang dirasakan atau ditemukan pada pasien.
Fase perencanaan pada proses keperawatan, sesuai dengan fase nursing action pada disiplin proses keperawatan. Tujuannya adalah selalu mengurangi akan kebutuhan pasien terhadap bantuan. Tujuannnya berhubungan dengan peningkatan perilaku pasien. Tujuan yang dirumuskan pada teori Orlanda menurut penulis masih terlalu umum yaitu fokuskan pada perubahan perilaku dalam menolong untuk memenuhi kebutuhan dirinya sehingga kemungkinan keberhasilannya sulit untuk diukur terutama terhadap masalah yang hanya diketahui oleh perawat tetapi tidak disadari oleh pasien. Seperti pada contoh kasus Tn X yaitu masalah penurunan perfusi jaringan pada otot jantung.
Implementasi meliputi seleksi akhir dan pelaksanaan dari tindakan keperawatan dan ini juga merupakan bagian dari fase tindakan keperawatan pada proses disiplin Orlando. Kedua proses memerintahkan bahwa tindakan harus sesuai bagi pasien sebagai individu yang unik. Pada Teori orlando tindakan keperawatan ada dua macam yaitu tindakan otomatis yang sifatnya segera dan terencana. Keduanya tidakan tersebut lebih diarahkan terhadap penanggulangan masalah kperawatan yang bersifat segera dan mengacam kehidupan pasien dan kurang memperhatikan tindakan-tindakan yang bersifat promotif atau preventif yang sebenarnya tidakan preventif seperti : pencegahan serangan ulang dan menghindari faktor resiko adalah penting bagi pasien yang menderita penyakit jantung seperti yang dialami Tn. X.
Evaluasi, pada fase tindakan proses disiplin merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan. Tindakan- tindakan yang terencana , setelah tidakan lengkap dilaksanakan, perawat harus mengevaluasi keberhasilannya. Evaluasi pada teori Orlando sudah cukup baik, yang mana evaluasi selalu dilakukan setelah setiap tindakan keperawatan dilakukan secara lengkap.


KESIMPULAN
Proses keperawatan dan proses disiplin Orlando keduanya menggambarkan rangkaian tahapan. Setiap tahapan sama-sama tidak terpisah. Pada proses disiplin Orlando hampir secara berkesinambungan saling mempengaruhi dimana perilaku pasien menjadi tujuan reaksi perawat, mengarahkan perilaku perawat, mengarahkan reaksi pasien. Kedua proses tersebut merupakan proses dinamis dan responsif terhadap perubahan kondisi pasien.
Proses keperawatan dan proses disipin Orlando mempunyai banyak persamaan. Proses keperawatan panjang dan lebih formal dan fasenya lebih mendetail dibandingkan proses disiplin Orlando. Dan membutuhkan perawat untuk menggunakan pengetahuan dan prinsip keilmuan dan teori keperawatan. Orlando hanya membutuhkan bahwa perawat harus mengikuti prinsip-prinsip yang ia tetapkan.